Jumat, 07 Januari 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Belajar Cepat Bahasa Arab Liburan Semester Ganjil

Posted: 07 Jan 2011 01:18 AM PST

Kembali Dibuka Program BADAR.

Bahasa Arab Dasar Liburan Semester Ganjil 2010/2011

Tempat pendaftaran:

Putra:

- Wisma Misfallah Tholabul Ilmi/MTI (Pogung Kidul 8C, Utara Masjid Siswa Grha)

- Toko Ihya'(Karang Bendo, Utara Fak. Kehutanan UGM)

Putri:

- Wisma Hilyah (Pogungrejo SIA XVI, no. 391, sinduadi, Mlati, Sleman)

- Toko Qonita (jalan Pandega Marta no. 83 A)

Waktu pendaftaran:

1 – 27 Januari 2011

Pilihan  kelas:

Putra: Dasar dan Menengah

Putri: Dasar

Waktu belajar:

31 Januari – 13 Februari 2011

Tempat belajar:

Masjid-masjid dan Wisma-wisma sekitar UGM

Frekuensi belajar:

Dua sesi per hari, satu sesi ±1,5 jam

Briefing:

Ahad, 30 januari 2011

Pukul 08.00 WIB

Di Masjid Pogung Raya (MPR)

Tes penempatan (khusus pendaftar kelas menengah):

Sabtu, 29 januari 2011

Pukul 08.00 WIB

di Wisma MTI

Biaya Pendaftaran:

Rp 60.000,- (belum termasuk biaya kitab)

===============================================

Dauroh Khusus Bahasa Arab

Terbuka Untuk Umum, Putra & Putri (dengan syarat pernah belajar Muyassar dan Mukhtarot atau yang setingkat)

Kitab rujukan:

Mulakhos fi Qowa'idi Lughotil 'Arobiyyah

Pembicara:

Ustadz Aris Munandar, S.S.

Waktu dauroh:

31 Januari – 6 Februari 2011.

Tempat dauroh:

Masjid Pogung Raya (MPR)

Frekuensi:

2 sesi per hari (sesi pertama pukul 05.30 – 07.00 dan sesi kedua ba'da ashar – magrib).

Waktu pendaftaran:

1 – 27 Januari 2011

Tempat pendaftaran:

Putra:

- Wisma Misfallah Tholabul Ilmi/MTI (Pogung Kidul 8C, Utara Masjid Siswa Grha)

- Toko Ihya'(Karang Bendo, Utara Fak. Kehutanan UGM)

Putri:

- Wisma Hilyah (Pogungrejo SIA XVI, no. 391, sinduadi, Mlati, Sleman)

- Toko Qonita (jalan Pandega Marta no. 83 A)

Briefing:

Ahad, 30 januari 2011

Pukul 08.00 WIB

Di Masjid Pogung Raya (MPR)

Biaya Pendaftaran:

Rp. 30.000,- (belum termasuk biaya kitab)

Informasi:

Putra: 0857.1564.6011

Putri: 0857.4355.8784

Penyelenggara:

Ma'had 'Umar bin Khattab

Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari.

Sekretariat:

Wisma Darut Tauhid, Pogung Kidul 8c, SIA XVI, Mlati, Sleman. Telp: 0274-6644862. YM: mahad_umar. Website: muslim.or.id, muslimah.or.id, ypia.or.id

Selengkapnya:

http://infokajian.com/dauroh/belajar-cepat-bahasa-arab-liburan-semester-ganjil-2010-2011-yogyakarta-februari-2011/

Laporan Pengeluaran Donasi tanggap Merapi Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (7/1/2011)

Posted: 07 Jan 2011 12:53 AM PST

Alhamdulillah, sampai saat ini donasi dari kaum muslimin secara individu maupun kelompok masih terus mengalir untuk membantu saudara-saudara kita yang menjadi korban bencana alam erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta. Hal ini merupakan perkara yang patut disyukuri dan menjadi pertanda baik yang mencerminkan kekuatan ukhuwah islamiyah yang ada di tengah-tengah umat ini.

Setelah melalui proses Tanggap Darurat dan kini mencapai proses Recovery/Pemulihan pasca bencana, Tim Donasi Peduli Umat menggerakkan kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan untuk memulihkan kondisi masjid dan kaum muslimin yang terdampak erupsi Merapi. Dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sangat kami rasakan dan demikian membantu lancarnya kegiatan ini. Dari data yang kami peroleh sementara ini, jumlah total pengeluaran yang masuk per tanggal 7 Januari 2011 adalah sebesar:

Rp.219.644.102

(Dua ratus sembilan belas juta enam ratus empat puluh empat ribu seratus dua rupiah)

Semoga infak kaum muslimin yang telah disalurkan tersebut menjadi amalan yang diterima di sisi Allah dan mendapatkan balasan yang sebanyak-banyaknya.

Bagi yang menghendaki mengetahui rincian laporan pengeluaran bisa mengunduhnya di link berikut ini:

http://www.archive.org/download/LaporanPengeluaranDonasiMerapi7Januari2011/Pengeluaran7Januari.pdf

Sampai saat ini, kami masih membuka kesempatan bagi kaum muslimin yang ingin berpartisipasi dalam bentuk pendanaan ataupun yang lainnya.

Website:

www.muslim.or.id

www.ypia.or.id

e-mail:

ypiapeduli@yahoo.com

Facebook:

Berita Alatsari

Masuk Surga Tanpa Hisab dan Tanpa Adzab

Posted: 06 Jan 2011 10:00 PM PST

Pembaca yang dimuliakan oleh Allah ta'ala, kebahagiaan yang hakiki dalam hidup ini adalah ketika seorang hamba dijauhkan oleh Allah ta'ala dari siksa api neraka dan ketika Allah memasukkannya ke dalam surga-Nya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah memperoleh kemenangan, dan bukanlah kehidupan dunia melainkan kehidupan yang menipu." (QS. 'Ali Imran : 185) Syaikh As Sa'diy rahimahullah mengatakan, "Orang yang memperoleh kemenangan adalah mereka yang selamat dari adzab yang pedih, dia bisa menikmati berbagai macam kenikmatan di surga. Kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata manusia sebelumnya, belum pernah didengar oleh telinga manusia, dan belum pernah terlintas di dalam hati manusia."[1] Demikianlah seharusnya orientasi kehidupan seorang muslim, menjadikan kebahagiaan akhirat sebagai puncak cita dan harapannya.

Tauhid, Kunci Kebahagiaan Manusia

Setelah kita mengetahui bahwa kabahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan akhirat, yaitu ketika manusia menikmati kenikmatan surga, sudah selayaknya kita memahami apa sarana yang dapat menghantarkan seseorang menuju surga dengan berbagai kenikmatan yang ada di dalamnya.

Saudaraku, ketahuilah bahwa kunci kebahagiaan tersebut adalah tauhid, menyerahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah ta'ala semata. Barangsiapa yang dapat merealisasikan tauhid dalam seluruh perjalanan hidupnya, dan menjauhi kesyirikan maka sungguh dia adalah orang yang memperoleh kemenangan yang besar.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Yaitu orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan dengan kedzoliman (kesyirikan[2]), mereka lah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapatkan petunjuk" (Al An'am:82)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ketika beliau menerangkan hakikat hak Allah kepada shahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, "Sesungguhnya hak Allah yang wajib dipenuhi hambanya adalah hendaklah mereka beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat kesyirikan sedikit pun, dan hak hamba yang akan dipenuhi oleh Allah, adalah Allah tidak akan mengadzab orang-orang yang tidak berbuat kesyirikan"[3]

Syaikh As Sa'diy rahimahullah menjelaskan bahwa diantara keutamaan orang yang merealisasikan tauhid adalah terbebasnya ahli tauhid dari kekekalan siksa neraka, bisa jadi orang tersebut disiksa di neraka untuk menghapus dosa-dosanya, namun tidak selama-lamanya. Tetapi jika ahli tauhid mampu merealisasikan tauhid dengan sebenar-benarnya, maka niscaya Allah ta'ala akan menjaga dirinya dari siksa api neraka secara sempurna.[4]

Kesempurnaan tauhid yang terpateri dalam hati seorang ahli tauhid akan memerdekakannya dari penghambaan diri dan ketergantungan hati kepada makhluk, akan membebaskan diri dari rasa takut dan berharap kepada makhluk. Inilah hakikat dari kemuliaan seorang manusia.[5] Hanyalah kepada Allah, seorang ahli tauhid akan menghambakan diri dan menggantungkan hatinya.

[Hakikat Merealisasikan Tauhid]

Seorang hamba yang merealisasikan tauhid maknanya adalah mensucikan diri dari segala cabang-cabang kesyirikan, bid'ah dan kemaksiatan.[6]

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al 'Utsaimin rahimahullahu menjelaskan secara ringkas bahwa makna 'merealisasikan tauhid' adalah membersihkan diri dari noda-noda kesyirikan. Ini tidak akan pernah terwujud dalam diri hamba melaikan terpenuhi tiga perkara: Al Ilmu (mengetahui makna tauhid), Al I'tiqod (meyakini kandungan tauhid) dan Al Inqiyad (tunduk terhadap konsekuensi-konsekuensi tauhid).[7] Jika ketiga hal tadi telah terwujud dan terbukti secara nyata pada seseorang (secara umum) maka masuk surga tanpa hisab menjadi jaminan bagi dirinya.

[Lihatlah Balasan bagi Sang Perealisasi Tauhid]

Saudaraku, diantara balasan orang yang merealisasikan tauhid adalah masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Ibnu 'Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dalam hadits yang panjang:

"Telah diperlihatkan kepada diriku umat-umat manusia. Aku melihat seorang Nabi yang bersamanya beberapa orang dan bersamanya satu dan dua orang, serta seorang Nabi yang tidak ada seorang pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepada diriku sekelompok manusia yang berjumlah banyak, dan aku pun mengira bahwa mereka adalah umatku. Tetapi dikatakan kepadaku, 'Ini adalah Musa bersama kaumnya'. Lalu tiba-tiba aku melihat sekelompok manusia yang banyak pula. Kemudian dikatakan kepadaku ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab".

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan bergegas masuk ke dalam rumahnya. Maka para shahabat mulai membicarakan siapakah mereka itu. Di antara mereka ada yang mengatakan, 'Mungkin mereka adalah orang-orang yang menjadi shahabat Rasulullah'. Ada lagi yang mengatakan, 'Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga mereka tidak pernah berbuat kesyirikan'. Dan ada di antara mereka yang menyebutkan kemungkinan lainnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan menemui mereka dan menjelaskan, "Mereka adalah orang-orang tidak meminta diruqyah, tidak meminta diobati dengan cara kai (menempel luka dengan besi panas), tidak melakukan tathayur, dan mereka adalah orang-orang yang bertawakal kepada Rabb mereka" (HR. Bukhari 5705, 6541 dan Muslim 220)

[Makna Istirqa' (Meminta untuk Diruqyah oleh Orang Lain)]

Ruqyah adalah bacaan-bacaan tertentu untuk perlindungan yang dibacakan kepada seseorang yang menderita penyakit, semisal penyakit demam, penyakit ayan dan penyakit yang lainnya.[8] Pada asalnya, ruqyah adalah sebagaimana cara pengobatan pada umumnya. Ada beberapa syarat yang harus ada agar ruqyah tersebut tergolong ruqyah yang disyariatkan.

Diantara syarat-syarat ruqyah yang disyari'atkan adalah: [1] Tidak meyakini bahwa ruqyah tersebut mampu menyembuhkan dengan sendirinya, tanpa izin dari Allah ta'ala. [2] Tidak mengandung kata-kata yang menyelisihi syariat, semisal lafadz-lafadz doa kepada selain Allah, meminta bantuan kepada jin dan yang semisalnya. [3] Lafadz-lafadz ruqyah hendaklah dapat dipahami maknanya.[9]

Adapun ruqyah yang tidak memenuhi syarat di atas, maka merupakan ruqyah yang terlarang, bisa menjadi sarana kesyirikan atau bahkan bisa termasuk ke dalam syirik besar.

Ibnul Qayyim, menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallahu, menjelaskan bahwa yang terlarang adalah meminta untuk diruqyah oleh orang lain. Karena pada diri orang yang meminta diruqyah, terdapat kecondongan dan penyandaran hati kepada selain Allah ta'ala. Adapun jika kita meruqyah orang lain, maka hal ini tidak termasuk dalam larangan makruh ini.[10] Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meruqyah[11] diri beliau sendiri, demikian pula Malaikat Jibril pernah meruqyah beliau[12], demikian pula para shahabat juga pernah meruqyah.[13]

[Makna Pengobatan Kai]

Pengobatan kai adalah pengobatan dengan cara menempelkan besi panas pada luka dengan tujuan agar darah yang keluar dari luka cepat mengering dan berhenti.

Ibnul Atsir rahimahullahu membawakan pendapat bahwa hukum pengobatan kai adalah terlarang jika digunakan sebagai media pencegahan penyakit, namun hukumnya mubah ketika ada kebutuhan.[14] Hanya saja, seseorang yang tidak meminta diobati dengan cara kai, menunjukkan adanya kesempurnaan tawakal kepada Allah ta'ala.

[Makna Tathayur]

Ibnu Atsir rahimahullahu dalam kitabnya An Nihayah menjelaskan, tathayur adalah merasa sial terhadap sesuatu, yang karenanya dia membatalkan niat untuk melakukan aktivitasnya.[15] Tathayur diambil dari kata 'thairun' (Indonesia: burung), karena orang arab biasa beranggapan sial atau merasa beruntung dengan mengaitkannya dengan burung. Ketika hendak safar, dalam rangka 'penunjuk jalan', mereka menggertak burung, jika burung terbang ke arah kanan maka mereka meneruskan perjalanannya , tetapi jika burung ke arah kiri, maka mereka membatalkan perjalanan mereka.[16]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (dalam hatinya terdapat hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakalnya"[17] (Thiyarah -dalam bahasa arab- adalah bentuk jamak dari tathayur)

Tathayur adalah perkara yang terlarang dalam agama Islam, karena tathayur menyebabkan berkurangnya kemurnian tauhid seseorang. Seseorang yang melakukan tathayur maka dia telah bertawakal dan menyandarkan hatinya kepada selain Allah ta'ala, dan dia telah melakukan sebab yang pada hakikatnya tidak ada kaitan dan hubungannya sama sekali dengan keinginannya.[18]

[Tawakkal hanya kepada Allah ta'ala Semata]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sifat yang terakhir dari orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa  azdab adalah bertawakal kepada Allah ta'ala. Inilah pangkal dari segalanya. Tawakal adalah penyandaran hati dengan sebenarnya kepada Allah ta'ala dalam mewujudkan kebaikan dan dalam menangkal bahaya, dengan diiringi usaha-usha yang diijinkan dalam syari'at Islam.

Sebab utama yang menghantarkan seseorang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, adalah adanya kesempurnaan tauhid pada dirinya. Karena kesempurnaan tauhid dan penyandaran hati kepada Allah itulah, mereka enggan untuk meminta ruqyah, meminta di-kay kepada orang lain, karena pada hakikatnya perbuatan semacam itu sangat besar kemungkinan hilangnya tawakal kepada Allah ta'ala dalam dirinya.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya): "Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)."(Ath Tholaq : 3).

[Tawakkal pun Membutuhkan Usaha]

Bukanlah maksud hadits di atas, seseorang tidak perlu berusaha dalam mewujudkan keinginannya, hanya berpangku tangan menunggu pertolongan Allah datang. Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu menjelaskan[19] bahwa, tawakal harus memenuhi dua hal, yaitu [1] Penyandaran hati yang sebenarnya kepada Allah ta'ala, [2] Melakukan sebab-sebab yang diijinkan dalam syari'at.

Kedua hal tersebut harus beriringan, tidak boleh seseorang bersandar kepada Allah tanpa ada usaha sedikit pun, atau melakukan usaha tanpa menyandarkan hati kepada Allah ta'ala. Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan, "Barang siapa yang meniadakan sebab dalam usahanya, maka hal ini menunjukkan kecacatan tawakalnya, barang siapa yang tidak berusaha maka hanya akan menjadikan harapannya sebatas angan-angan semata."[20]

Semoga Allah ta'ala menjadikan kita sebagai bagian dari barisan muwahhidin (ahli tauhid), yang mendapatkan janji dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk surga tanpa adzab dan tanpa hisab. Amiin.

Penulis: Hanif Nur Fauzi

Artikel www.muslim.or.id


[1] Taisir Karimirrahman, hal. 159, Cetakan Maktabah Ar Rusyd.

[2] Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, riwayat Bukhari no. 3360 dan Muslim no.124

[3] HR. Bukhori, no.2856

[4] Al Qoulul Sadid Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Abdurrahman As Sa'diy, hal.57.

[5] Al Qoulul Sadid Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Abdurrahman As Sa'diy, hal.60.

[6] Fathul Majiid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, hal. 75.

[7] Al Qoulul Mufid 'Ala Kitabit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al 'Utsaimin, hal. 91.

[8] An Nihayah fi Gharibil Atsar, Ibnul Atsir, Maktabah Syamilah

[9] Al Qoulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 187

[10] Zaadul Ma'ad, Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Maktabah Syamilah

[11] HR. Bukhari, Kitab At Thibi, Bab Ruqyatun Nabiy, no. 5744

[12] HR. Muslim, Kitab As Salam, Bab At Thibi wal Marodhi war Ruqa, no. 5828

[13] HR. Bukhari, no. 2276, 5007

[14] An Nihayah fi Gharibil Atsar, Ibnul Atsir, Maktabah Syamilah

[15] An Nihayah fi Gharibil Atsar, Ibnul Atsir, Maktabah Syamilah

[16] Lihat Al Qoulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu 'Utsaimin, jilid 1, hal. 559

[17] HR. Abu Dawud, no 3912, di shahihkan oleh Syaikh Al Albani

[18] Lihat Al Qoulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu 'Utsaimin,jilid 1,  hal. 560

[19] Lihat Al Qoulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu 'Utsaimin, jilid 2, hal. 8.

[20] Al Fawa'id, Hakikat At Tawakul wa Darajatuhu, Ibnu Qayyim Al Jauziyah,  cet. Maktabah Ar Rusyd, hal. 139.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar