Senin, 28 Februari 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


3 Makna Zuhud

Posted: 28 Feb 2011 04:00 PM PST

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan

Kesimpulannya, zuhud terhadap dunia bisa ditafsirkan dengan tiga pengertian yang kesemuanya merupakan amalan hati dan bukan amalan tubuh. Oleh karenanya, Abu Sulaiman mengatakan,

لَا تَشْهَدْ لِأَحَدٍ بِالزُّهْدِ، فَإِنَّ الزُّهْدَ فِي الْقَلْبِ

"Janganlah engkau mempersaksikan bahwa seorang itu telah berlaku zuhud (secara lahiriah), karena zuhud itu letaknya di hati"

Makna pertama

Zuhud adalah hamba lebih meyakini rezeki yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya. Hal ini tumbuh dari bersih dan kuatnya keyakinan, karena sesungguhnya Allah telah menanggung dan memastikan jatah rezeki setiap hamba-Nya sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا (٦)

"Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya [Huud: 6].

Dia juga berfirman,

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ (٢٢)

"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu [Adz Dzaariyaat: 22].

فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ (١٧)

"Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia [Ankabuut: 17].

Al Hasan mengatakan,

إِنَّ مِنْ ضَعْفِ يَقِينِكَ أَنْ تَكُونَ بِمَا فِي يَدِكَ أَوْثَقَ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

"Salah satu bentuk lemahnya keyakinanmu terhadap Allah adalah anda lebih meyakini apa yang ada ditangan daripada apa yang ada di tangan-Nya".

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, beliau mengatakan,

إِنَّ أَرْجَى مَا أَكُونُ لِلرِّزْقِ إِذَا قَالُوا لَيْسَ فِي الْبَيْتِ دَقِيقٌ

"Momen yang paling aku harapkan untuk memperoleh rezeki adalah ketika mereka mengatakan, "Tidak ada lagi tepung yang tersisa untuk membuat makanan di rumah"

Masruq mengatakan,

إِنَّ أَحْسَنَ مَا أَكُونُ ظَنًّا حِينَ يَقُولُ الْخَادِمُ: لَيْسَ فِي الْبَيْتِ قَفِيزٌ مِنْ قَمْحٍ وَلَا دِرْهَمٌ

"Situasi dimana saya mempertebal husnuzhanku adalah ketika pembantu mengatakan, "Di rumah tidak ada lagi gandum maupun dirham." [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (34871); Ad Dainuri dalam Al Majalisah (2744); Abu Nu'aim dalam Al Hilyah (2/97)].

Imam Ahmad mengatakan,

أَسَرُّ أَيَّامِي إِلَيَّ يَوْمٌ أُصْبِحُ وَلَيْسَ عِنْدِي شَيْءٌ

"Hari yang paling bahagia menurutku adalah ketika saya memasuki waktu Subuh dan saya tidak memiliki apapun." [Shifatush Shafwah 3/345].

Abu Hazim Az Zahid pernah ditanya,

مَا مَالُكَ؟

"Apa hartamu",

beliau menjawab,

لِي مَالَانِ لَا أَخْشَى مَعَهُمَا الْفَقْرَ: الثِّقَةُ بِاللَّهِ، وَالْيَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

"Saya memiliki dua harta dan dengan keduanya saya tidak takut miskin. Keduanya adalah ats tsiqqatu billah (yakin kepada Allah) dan tidak mengharapkan harta yang dimiliki oleh orang lain [Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah (963); Abu Nu'aim dalam Al Hilyah 3/231-232].

Pernah juga beliau ditanya,

أَنَا أَخَافُ الْفَقْرَ وَمَوْلَايَ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى؟ !

"Tidakkah anda khawatir akan kefakiran?" Beliau menjawab, "Bagaimana bisa saya takut fakir sementara Pemelihara-ku memiliki segala yang ada di langit, bumi, apa yang ada diantara keduanya, dan di bawah tanah."

Selembar kertas pernah diserahkan kepada 'Ali ibnu Muwaffaq, dia pun membacanya dan di dalamnya tertulis,

يَا عَلِيَّ بْنُ الْمُوَفَّقِ أَتَخَافُ الْفَقْرَ وَأَنَا رَبُّكَ؟

"Wahai 'Ali ibnul Muwaffaq, masihkah engkau takut akan kefakiran sementara Aku adalah Rabb-mu?"

Al Fudhai bin 'Iyadh mengatakan,

أَصْلُ الزُّهْدِ الرِّضَا عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

"Akar zuhud adalah ridha terhadap apa yang ditetapkan Allah 'azza wa jalla." [Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah (960, 3045); Abu 'Abdirrahman As Sulami dalam Thabaqatush Shufiyah (10)].

Beliau juga mengatakan,

الْقَنُوعُ هُوَ الزُّهِدُ وَهُوَ الْغِنَى

"Qana'ah (puas atas apa yang diberikan oleh Allah ta'ala) merupakan sikap zuhud dan itulah kekayaan yang sesungguhnya."

Dengan demikian, setiap orang yang merealisasikan rasa yakin kepada Allah, mempercayakan segala urusannya kepada Allah, ridha terhadap segala pengaturan-Nya, memutus ketergantungan kepada makhluk baik rasa takut dan harapnya, dan semua hal tadi menghalanginya untuk mencari dunia dengan sebab-sebab yang dibenci, maka setiap orang yang keadaannya demikian sesungguhnya dia telah bersikap zuhud terhadap dunia. Dia termasuk orang yang kaya meski tidak memiliki secuil harta dunia sebagaimana yang dikatakan oleh 'Ammar,

كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا، وَكَفَى بِالْيَقِينِ غِنًى، وَكَفَى بِالْعِبَادَةِ شُغُلًا

"Cukuplah kematian sebagai nasehat, yakin kepada Allah sebagai kekayaan, dan ibadah sebagai kesibukan." [Diriwayatkan Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman (10556) dari 'Ammar bin Yasar secara marfu'].

Ibnu Mas'ud mengatakan,

الْيَقِينُ أَنْ لَا تُرْضِيَ النَّاسَ بِسُخْطِ اللَّهِ، وَلَا تَحْمَدَ أَحَدًا عَلَى رِزْقِ اللَّهِ، وَلَا تَلُمْ أَحَدًا عَلَى مَا لَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ، فَإِنَّ الرِّزْقَ لَا يَسُوقُهُ حِرْصُ حَرِيصٍ، وَلَا يَرُدُّهُ كَرَاهَةُ كَارِهٍ، فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى – بِقِسْطِهِ وَعِلْمِهِ وَحُكْمِهِ – جَعَلَ الرَّوْحَ وَالْفَرَحَ فِي الْيَقِينِ وَالرِّضَا، وَجَعَلَ الْهَمَّ وَالْحُزْنَ فِي الشَّكِّ وَالسُّخْطِ

"Al Yaqin adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, engkau tidak memuji seseorang demi mendapatkan rezeki yang berasal dari Allah, dan tidak mencela seseorang atas sesuatu yang tidak diberikan Allah kepadamu. Sesungguhnya rezeki tidak akan diperoleh dengan ketamakan seseorang dan tidak akan tertolak karena kebencian seseorang. Sesungguhnya Allah ta'ala –dengan keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya- menjadikan ketenangan dan kelapangan ada di dalam rasa yakin dan ridha kepada-Nya sserta menjadikan kegelisahan dan kesedihan ada di dalam keraguan dan kebencian" [Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (118) dan Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman (209)].

Di dalam sebuah hadits mursal disebutkan bahwa nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a dengan do'a berikut,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا يُبَاشِرُ قَلْبِي، وَيَقِينًا [صَادِقًا] حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يَمْنَعُنِي رِزْقًا قَسَمْتَهُ لِي، وَرَضِّنِي مِنَ الْمَعِيشَةِ بِمَا قَسَمْتَ لِي

"Ya Allah saya memohon kepada-Mu iman yang mampu mengendalikan hatiku, keyakinan yang benar sehingga saya mengetahui bahwasanya hal itu tidak menghalangi rezeki yang telah Engkau bagikan kepadaku, dan jadikanlah saya ridha atas sumber penghidupan yang telah Engkau bagikan kepadaku." [Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (112)].

Dulu, 'Atha Al Khurasani tidak akan beranjak dari majelisnya hingga mengucapkan,

اللَّهُمَّ هَبْ لَنَا يَقِينًا مِنْكَ حَتَّى تُهَوِّنَ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا، وَحَتَّى نَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يُصِيبُنَا إِلَّا مَا كَتَبْتَ عَلَيْنَا، وَلَا يُصِيبُنَا مِنَ الرِّزْقِ إِلَّا مَا قَسَمْتَ لَنَا

"Ya Allah, berilah kami rasa yakin terhadap diri-Mu sehingga mampu menjadikan kami menganggap ringan musibah dunia yang ada, sehingga kami meyakini bahwa tidak ada yang menimpa kami kecuali apa yang telah Engkau tetapkan kepada kami, dan meyakini bahwa rezeki yang kami peroleh adalah apa yang telah Engkau bagi kepada kami." [Driwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (108)].

Diriwayatkan kepada kami secara marfu' bahwa Ibnu 'Abbas mengatakan,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَكُونَ أَغْنَى النَّاسِ، فَلْيَكُنْ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ أَوْثَقَ مِنْهُ بِمَا فِي يَدِهِ

"Barangsiapa yang suka menjadi orang terkaya, maka hendaklah dia lebih yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya." [Diriwayatkan Abu Nu'aim dalam Al Hilyah 3/218-219; Al Qadha'i dalamMusnad Asy Syihab (367 & 368) dari hadits 'Abdullah bin 'Abbas].

Makna Kedua

Zuhud adalah apabila hamba tertimpa musibah dalam kehidupan dunia seperti hilangnya harta, anak, atau selainnya, maka dia lebih senang memperoleh pahala atas hilangnya hal tersebut daripada hal itu tetap berada di sampingnya. Hal ini juga muncul dari sempurnanya rasa yakin kepada Allah.

Diriwayatkan dari 'Ibnu 'Umar bahwa nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata dalam do'anya,

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا

"Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini." [HR. Tirmidzi (3502); An Nasaai dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (402); Al Hakim (1/528); Al Baghawi (1374). At Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan gharib"].

Do'a tersebut merupakan tanda zuhud dan minimnya kecintaan kepada dunia sebagaimana yan dikatakan oleh 'Ali radhiallahu 'anhu,

مَنْ زَهِدَ الدُّنْيَا، هَانَتْ عَلَيْهِ الْمُصِيبَاتُ

"Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, maka berbagai musibah akan terasa ringan olehnya."

Makna Ketiga

Zuhud adalah hamba memandang sama orang yang memuji dan mencelanya ketika dirinya berada di atas kebenaran. Hal ini merupakan tanda bahwa dirinya zuhud terhadap dunia, menganggapnya sebagai sesuatu yang remeh, dan minimnya kecintaan dirinya kepada dunia.

Sesungguhnya setiap orang yang mengagungkan dunia akan cinta kepada pujian dan benci pada celaan. Terkadang hal itu menggiring dirinya untuk tidak mengamalkan kebenaran karena takut celaan dan melakukan berbagai kebatilan karena ingin pujian.

Dengan demikian, setiap orang yang memandang sama orang yang memuji dan mencelanya ketika dirinya berada di atas kebenaran, maka hal ini menunjukkan bahwa jabatan/kedudukan yang dimiliki manusia tidaklah berpengaruh di dalam hatinya dan juga menunjukkan bahwa hatinya dipenuhi rasa cinta akan kebenaran serta ridha kepada Allah. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud,

الْيَقِينُ أَنْ لَا تُرْضِيَ النَّاسَ بِسُخْطِ اللَّهِ

"Yakin itu adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan cara menimbulkan kemurkaan Allah. Dan sungguh Allah telah memuji mereka yang berjuang di jalan-Nya dan tidak takut akan celaan."

Sumber : Jami'ul 'Ulum wal Hikam hlm. 644-646.

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id

Manakah Aurat Lelaki?

Posted: 27 Feb 2011 09:00 PM PST

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sering kita dengar pembahasan mengenai aurat wanita. Namun mungkin sedikit atau jarang sekali kita mendengar pembahasan aurat para lelaki. Sering kita lihat bagaimana sebagian pria menampakkan paha atau membuka aurat lainnya. Lalu manakah batasan aurat pria yang terlarang dilihat oleh orang lain? Moga Allah memudahkan dalam membahas hal ini.

Aurat Sesama Lelaki

Aurat sesama lelaki –baik dengan kerabat atau orang lain- adalah mulai dari pusar hingga lutut. Demikian menurut ulama Hanafiyah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

فَإِنَّ مَا تَحْتَ السُّرَّةِ إِلَى رُكْبَتِهِ مِنَ الْعَوْرَةِ

"Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat."[1]

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa pusar sendiri bukanlah aurat. Mereka berdalil dengan riwayat bahwa Al Hasan bin 'Ali radhiyallhu 'anhuma pernah menampakkan auratnya lalu Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu menciumnya. Akan tetapi ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lutut termasuk aurat. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

الرُّكْبَةُ مِنَ الْعَوْرَةِ

"Lutut termasuk 'aurat."[2] Namun hadits ini adalah hadits yang dho'if.

Apa saja yang boleh dilihat oleh laki-laki sesama lelaki, maka itu boleh disentuh.

Sedangkan ulama Syafi'iyah dan Hambali berpendapat bahwa lutut dan pusar bukanlah aurat. Yang termasuk aurat hanyalah daerah yang terletak antara pusar dan lutut. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Ayyub Al Anshori radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ما فوق الرّكبتين من العورة ، وما أسفل السّرّة وفوق الرّكبتين من العورة

"Apa saja yang di atas lutut merupakan bagian dari aurat dan apa saja yang di bawah pusar dan di atas lutut adalah aurat."[3] Namun riwayat ini dho'if.

Pendapat terkuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa aurat lelaki sesama lelaki adalah antara pusar hingga lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Wallahu a'lam.

Apakah Benar Paha Termasuk Aurat?

Sebagian ulama memang berpendapat bahwa paha tidak termasuk aurat, artinya boleh ditampakkan. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, pendapat ulama Malikiyah, dan pendapat ulama Zhahiriyah (Ibnu Hazm, cs).[4] Di antara dalil yang menjadi pendukung adalah berikut ini:

Anas bin Malik berkata,

وَإِنَّ رُكْبَتِى لَتَمَسُّ فَخِذَ نَبِىِّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، ثُمَّ حَسَرَ الإِزَارَ عَنْ فَخِذِهِ حَتَّى إِنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ فَخِذِ نَبِىِّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم

"Dan saat itu (ketika di Khaibar) sungguh lututku menyentuh paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau menyingkap sarung dari pahanya hingga aku dapat melihat paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang putih."[5]

Syaikh Abu Malik menyanggah alasan dari Ibnu Hazm dengan hadits di atas, beliau hafizhohullah berkata, "Hadits di atas dimaksudkan bahwa sarung Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersingkap dengan sendirinya, bukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyingkapnya sendiri dan beliau juga tidak menyengajainya. Hal ini didukung dengan riwayat dalam Shahihain yang menyatakan "فانحسر الإزار", artinya sarung tersebut tersingkap dengan sendirinya."[6]

Dalil lain yang menjadi pendukung pendapat ini adalah,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مُضْطَجِعًا فِى بَيْتِى كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ …

(‘Aisyah berkata), "Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau …."

Syaikh Abu Malik menyanggah pendapat yang berdalil bahwa paha bukan termasuk aurat berdalil dengan hadits di atas, di mana beliau berkata,

Tidak bisa kita mempertentangkan hadits yang jelas-jelas mengatakan batasan aurat bagi pria dengan hadits-hadits umum yang telah disebutkan sebelumnya. Bahkan semakin penguat lemahnya pendapat ini, yaitu terdapat dalam riwayat Muslim suatu pertentangan, di mana perowi mengatakan paha dan betisnya. Di riwayat lain dikatakan dengan lafazh "كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ", beliau menyingkap paha atau betisnya. Dan betis sama sekali bukanlah aurat berdasarkan ijma' (kesepakatan) para ulama.[7]

Kesimpulannya, yang lebih tepat dan lebih hati-hati dalam masalah ini, paha adalah aurat. Itulah yang lebih rojih (kuat) berdasarkan alasan yang telah dikemukakan di atas.

Aurat Lelaki dengan Wanita Lainnya

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita boleh melihat selain pusar hingga lutut dengan syarat selama aman dari fitnah (artinya tidak sampai membuat wanita tersebut tergoda). Ulama Malikiyah berpendapat bahwa dibolehkan bagi wanita melihat pria sebagaimana pria dibolehkan melihat mahromnya, yaitu selama yang dilihat adalah wajah dan athrofnya (badannya), ini juga dengan syarat selama aman dari fitnah (godaan).

Sedangkan ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa wanita tidak boleh melihat aurat lelaki dan juga bagian lainnya tanpa ada sebab. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta'ala,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya." (QS. An Nuur: 31)

Dalil lainnya yang digunakan sebagai hujjah oleh Syafi'iyah adalah hadits dari Ummu Salamah, ia berkata,

كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعِنْدَهُ مَيْمُونَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « احْتَجِبَا مِنْهُ ». فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ».

Aku berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Maimunah sedang bersamanya. Lalu masuklah Ibnu Ummi Maktum -yaitu ketika perintah hijab telah turun-. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Berhijablah kalian berdua darinya.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah ia buta sehingga tidak bisa melihat dan mengetahui kami?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya: “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihat dia?[8] [Riwayat ini adalah riwayat yang dho'if, lemah]

Abu Daud berkata, “Ini hanya khusus untuk isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidakkah engkau lihat bagaimana Fatimah binti Qais di sisi Ibnu Ummi Maktum! Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Fatimah binti Qais, ‘Bukalah hijabmu di sisi Ibnu Ummi Maktum, sebab ia adalah seorang laki-laki buta, maka tidak mengapa engkau letakkan pakaianmu di sisinya.”[9]

Adapun pendapat terkuat menurut madzhab Hambali, boleh  bagi wanita melihat pria lain selain auratnya. Hal ini didukung oleh hadits 'Aisyah dan haditsnya muttafaqun 'alaih. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata;

رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ

Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda.”[10]

Yang terkuat adalah pendapat terakhir, yaitu boleh bagi wanita melihat pria lain selain auratnya karena dalil yang mendukung lebih shahih dan lebih kuat. Wallahu a'lam.

Aurat Lelaki di Hadapan Istri

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqoha bahwa tidak ada batasan aurat antara suami istri. Semua bagian tubuhnya halal untuk dilihat satu dan lainnya, sampai pun pada kemaluan. Karena menyetubuhinya saja suatu hal yang mubah (boleh). Oleh karena itu melihat bagian tubuh satu dan lainnya –terserah dengan syahwat atau tidak-, tentu saja dibolehkan.

Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa dimakruhkan untuk memandang kemaluan satu dan lainnya. Namun hadits yang digunakan adalah hadits yang dho'if. Hadits tersebut adalah,

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَلاَ يَتَجَرَّدْ تَجَرُّدَ الْعَيْرَيْنِ

"Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya hendaklah dengan penutup, dan jangan telanjang bulat."[11]

Akhir Tulisan: Nasehat bagi Penggemar Bola dan Penggemar Renang

Jika kita sudah mengetahui manakah aurat lelaki, ada satu hal yang mesti kami ingatkan tentang tersebarnya kekeliruan di tengah masyarakat mengenai aurat lelaki ini. Yaitu seringkalinya kita melihat para pria buka-bukaan aurat, baik paha yang disingkap –seperti ketika main bola- atau sengaja menyingkap bagian aurat lainnya –mungkin saja ketika renang- dengan hanya memakai –maaf- 'celana dalam'. Ini sungguh kekeliruan. Dari Abu Sa'id Al Khudri, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ

"Seorang laki-laki janganlah melihat aurat laki-laki lainnya. Begitu pula seorang wanita janganlah melihat aurat wanita lainnya." (HR. Muslim no. 338). Artinya, orang yang sengaja buka aurat telah bermaksiat. Aurat sesama pria tentu saja tidak boleh dilihat, lantas bagaimanakah dengan menonton pertandingan bola yang jelas sekarang ini sering menampakkan paha karena celana yang digunakan begitu pendek?!

Wabillahit taufiq. Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad, wa 'ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.

Referensi utama: Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 31/50-53.

Riyadh-KSA, on 23rd Muharram 1432 H (29/12/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] HR. Ahmad 2/187, Al Baihaqi 2/229. Syaikh Syu'aib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan

[2] HR. Ad Daruquthni 1/506. Dalam hadits ini terdapat Abul Janub dan dia termasuk perowi yang  dho'if.

[3] HR. Al Baihaqi 2/229 dan Al Jaami' Ash Shogir 7951. Dalam hadits ini terdapat Sa'id bin Abi Rosyid Al Bashri dan ia termasuk perowi yang dho'if.

[4] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin Asy Sayid Salim, Al Maktabah At Taufiqiyah, 3/7.

[5] HR. Bukhari no. 371 dan Muslim no. 1365.

[6] Shahih Fiqh Sunnah, 3/7.

[7] Shahih Fiqh Sunnah, 3/8.

[8] HR. Abu Daud no. 4112, At Tirmidzi no. 2778, dan Ahmad 6/296. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho'if.

[9] Lihat Sunan Abi Daud Bab "Firman Allah Ta'ala: وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ ".

[10] HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim no. 892.

[11] HR. Ibnu Majah no. 1921. Ibnu Hajar menyatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Mandal dan ia dho'if (Mukhtashor Al Bazzar, 1/579). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho'if.

Sabtu, 26 Februari 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Kepada Siapa Loyalitas dan Permusuhan Kita Tujukan?

Posted: 26 Feb 2011 04:00 PM PST

I. Pengantar

Pembaca mulia, di antara prinsip yang harus dipegang seorang muslim adalah masalah loyalitas dan permusuhan. Kepada siapa loyalitas kita berikan, dan kepada siapa pula rasa permusuhan kita tujukan? Ini merupakan masalah prinsip yang harus dipegang erat, tetapi mulai dilalaikan sebagian kaum muslimin di hari ini.

Dalam pelajaran aqidah Islam, prinsip loyalitas dan permusuhan disebut dengan istilah الولاء و البراء /al-wala' wal bara'/. Maka, dalam buletin edisi ini, akan diurai prinsip tersebut secara ringkas. Wallahu muwaffiq

II. Apa itu Al-Wala' wal Bara'

Al-Wala’ (الولاء) secara bahasa artinya adalah "dekat". Adapun arti yang dimaksud dalam pelajaran aqidah adalah kedekatan sesama kaum muslimin dalam rasa saling cinta, cinta, saling bantu dan saling tolong di antara sesama mereka, serta kebersamaan mereka dalam hal wilayah tempat tinggal. Termasuk dalam hal ini adalah rasa kebersamaan mereka dalam melawan perbuatan makar musuh-musuh Islam.

Adapun Al-Bara’ (البراء ) secara bahasa artinya adalah "memutus" atau "memotong". Maksud Al-Bara' dalam pembahasan aqidah adalah pemutusan hubungan atau ikatan hati dari orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka.[1]

III. Kedudukan Al-Wala' wal bara' dalam Islam

Allah telah memerintah kita untuk memberikan loyalitas penuh kepada sesama saudara muslim, yang dengannya setiap muslim wajib saling tolong menolong di antara sesama mereka. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah ta'ala surat Al-Maidah ayat 56 yang artinya,

…Barangsiapa menjadikan Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”

Di sisi lain, Allah juga memerintah kita untuk tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat. Hal ini dapat kita ketahui dari firman-Nya dalam surat Al-Mumtahanah ayat 1, yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman-teman setia …

Berdasarkan hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tolak ukur rasa cinta, loyalitas, dan benci adalah keimanan kepada Allah. Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, yang artinya: “Tali iman paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”[2] Maka, konsekuensi dari hal ini adalah loyalitas tidak kita berikan kepada seseorang, jika seseorang tersebut tidak beriman kepada Allah. Dengan kata lain, sebab timbulnya rasa permusuhan dan rasa benci kita kepada orang lain adalah kekafiran orang lain tersebut. Tidakkah kita perhatikan kisah Ibrahim yang berlepas diri dari kaumnya karena kekafiran mereka? Cermatilah kisah tersebut dalam surat Al-Mumtahanah ayat 4 berikut ini, yang artinya “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian untuk selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Allah saja’.”

IV. Derajat Kemuliaan Seseorang dapat Diraih, Jika Ia Memegang Teguh Prinsip Al-Wala' wal Bara'

Seseorang dapat mencapai kemuliaan yang besar di sisi Allah, yaitu Allah akan memberi dirinya derajat kewalian, jika orang tersebut menerapkan prinsip loyalitas dan permusuhan secara benar. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits  riwayat shahabat Nabi, Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab radhiyallaahu anhuma, “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi rasa loyalitas karena Allah dan memusuhi karena Allah, sesungguhnya kewalian Allah hanya dapat diperoleh dengan itu."[3]

V. Renungilah Sikap Teladan Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul

Allah ta'ala berfirman, menceritakan orang munafik yang berkata,

Sesungguhnya jika kita telah kembali ke kota Madinah, al-a’azzu (orang yang kuat) benar-benar akan mengusir al-adzallu (orang yang lemah) dari kota tersebut.” (Al-Munafiqun: 8)

Orang munafik yang mengatakan demikian adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia menganggap al-a’azzu (orang yang kuat) adalah dirinya, sedangkan al-adzallu (yang lemah) adalah Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam. Ia mengancam akan mengusir Rasulullah dari Madinah. Ketika keinginan Abdullah bin Ubay itu didengar oleh anaknya sendiri yang bernama Abdullah, seorang mukmin yang taat dan jujur, apalagi dia juga mendengar bahwa Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam ingin membunuh Abdullah bin Ubay yang mengucapkan kata-kata penghinaan tersebut, juga kata-kata lainnya, seketika itu pula Abdullah menemui Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya mendengar bahwa Anda ingin membunuh Abdullah bin Ubay, ayah saya. Jika anda benar-benar ingin melakukannya, saya bersedia membawa kepalanya kepada anda“. Maka, Rasulullah shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Bahkan, kita akan bergaul dan bersikap baik kepadanya selama dia tinggal bersama kita.”

Ketika Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabat kembali pulang ke Madinah, Abdullah (yang shalih) putra Abdullah bin Ubay (yang munafik) berdiri menghadang ayahnya di pintu kota Madinah dengan menghunus pedangnya. Orang-orang pun berjalan melewatinya.

Ketika ayahnya lewat, Abdullah berkata kepada ayahnya, “Mundur!” Ayahnya bertanya keheranan, “Ada apa ini, jangan kurang ajar kamu!” Abdullah menjawab, “Demi Allah, jangan melewati tempat ini sebelum Rasulullah mengizinkanmu, karena beliau adalah al-aziz (yang mulia) dan engkau adalah adz-dzalil (yang hina).”
Maka, ketika Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam datang padahal beliau berada di pasukan bagian belakang, Abdullah bin Ubay mengadukan anaknya kepada beliau. Anaknya, Abdullah berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, dia tidak boleh memasuki kota sebelum Anda mengizinkannya.”

Maka, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam pun mengizinkannya. Kemuduan, Abdullah berkata, “Karena Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam telah mengizinkan, lewatlah sekarang!”

VI. Renungilah Pula Sikap Teladan Ramlah Ummu Habibah

Ramlah, yang nama kunyahnya adalah Ummu Habibah adalah putri Abu Sufyan, pembesar Quraisy yang ketika itu masih kafir. Ketika Abu Sufyan datang ke Madinah untuk memperbaharui perjanjian gencatan senjata dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi putrinya, yang sudah masuk Islam.

Ketika ia datang ke tempat Ramlah dan ingin duduk di atas kasur Nabi (Ramlah adalah salah satu istri Nabi shallallahu 'alahi wa sallam), Ramlah dengan segera melipatnya agar tidak diduduki Abu Sufyan. Melihat hal itu, Abu Sufyan pun berkata, "Aku tidak boleh duduk di atas kasur ini atau kasur itu yang tidak pantas untukku?" Ramlah pun menjawab, "Itu adalah kasur Rasulullah, sedangkan ayah adalah seorang yang najis lagi musyrik."[4]

Dari kisah kedua shahabat nabi, Abdullah dan Ramlah di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa tolak ukur pemberian loyalitas dan rasa cinta hanya diberikan kepada orang yang telah beriman kepada Allah dan rasul-Nya, bukan kepada orang-orang kafir, meskipun itu adalah anggota keluarga kita, meskipun itu adalah ayah ibu kita. Agar lebih meyakinkan hati pembaca, perhatikanlah firman Allah ta'ala berikut ini, yang artinya,

"Kamu tidak akan temui suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya meskipun para penentang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka sendiri…." (Q.S. Al-Mujaadilah: 22)

IX. Lalu, Bagaimana dengan Ahli Maksiat?

Pembaca mulia, setelah dipaparkan masalah loyalitas kepada orang muslim dan permusuhan kepada orang kafir, muncullah satu masalah, "Bagaimana kita menyikapi seorang muslim yang banyak melakukan perbuatan maksiat?"

Jawaban pertanyaan di atas adalah bahwa orang itu terdapat hak muwalah (diberi sikap loyalitas dari kita) sekaligus mu’adah (diberikan sikap permusuhan dari kita), sesuai dengan kadar maksiatnya. Dia disayangi karena imannya, dan dimusuhi karena kemaksiatannya, dengan tetap memberikan nasihat untuknya; memerintahnya pada kebaikan, melarangnya dari kemungkaran. Bahkan, kalau perlu mengucilkannya apabila pengucilan itu dapat  membuatnya jera dan malu.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Apabila berkumpul pada diri seseorang kebaikan dan kejahatan, ketakutan dan kemaksiatan, atau sunnah dan bid’ah, orang tersebut berhak mendapatkan permusuhan dan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang ada padanya.[5]

X. Penutup

Demikian pemaparan ringkas mengenai prinsip Al-Wala' wal Bara' (loyalitas dan permusuhan) yang harus diketahui setiap muslim. Dengan ini, mudah-mudahan kita dapat menempatkan rasa loyalitas pada orang yang tepat, dan dapat pula memberikan rasa permusuhan pada orang yang tepat pula, serta dapat memberikan sikap yang benar kepada para ahli maksiat, sesuai kadar kemaksiatannya. Mudah-mudahan tulisan ringkas ini dapat bermanfaat bagi pembaca mulia. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimus shaalihaat.

Penulis: Ginanjar Indrajati

Artikel www.muslim.or.id


[1] Disarikan dari penjelasan Dr. Shalih Al-Fauzan dalam Kitab Tauhid I, terjemah kitab التوحيد للصف الأول و العالي, Yayasan Al-Sofwa – Jakarta, cet. IV/2003, hal. 143.

[2] Hadits ini dinyatakan berderajat hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab صحيح الترغيب والترهيب  /Shahih At-targhib wat-Targhib/, cet. V, penerbit مكتبة المعارف – الرياض, jilid II, hadits nomor 3030.

[3] Periksa dalam المعجم الكبير /Al-Mu'jamul Kabir/ karya سليمان بن أحمد بن أيوب أبو القاسم الطبراني /Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abul Qasim At-Thabrani/, tahqiq حمدي بن عبدالمجيد السلفي /Hamdi bin Abdil Aziz As-Salafi/, cet. II tahun 1404/1983 M, penerbit: مكتبة العلوم والحكم – الموصل /Maktabah Al'Ulum wal Hikam – Mosul/, jilid XII, hal. 417, hadits nomor 13.537.

[4] Lihat dalam أسد الغابة /Usudul Ghabah/ karya 'Izzuddin Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Al-Atsir Al-Jazairi, hal. 1353 via software المكتبة الشاملة. Lihat pula dalam buku Tegar di Jalan Kebenaran, Dr. Sa'id Al-Qahthani, terjemah kitab مواقف الصحابة في الدعوة إلى الله, penerbit At-Tibyan – Solo, hal.134-135.

[5] Periksa dalam مجموع الفتاوى /Majmu' Fatawa/, jilid 28, hal. 209, via software المكتبة الشاملة.

Istiqomah di Atas Tauhid

Posted: 26 Feb 2011 03:00 AM PST

Kaum muslimin… semoga senantiasa dirahmati Allah

Istiqomah, sebuah perbendaharaan paling berharga bagi setiap insan… Tidak ada seorang pun di dunia ini melainkan membutuhkannya. Agar kelak di akherat, dirinya bisa berbahagia tatkala berjumpa dengan-Nya…

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya;

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ جَمِيعًا عَنْ جَرِيرٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ

Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib menuturkan kepada kami. Mereka berdua berkata; Ibnu Numair menuturkan kepada kami [tanda perpindahan sanad] demikian pula Qutaibah bin Sa'id dan Ishaq bin Ibrahim mereka semuanya menuturkan kepada kami dari Jarir [tanda perpindahan sanad] begitu pula Abu Kuraib menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Usamah menuturkan kepada kami. Mereka semuanya meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi, dia berkata; Aku berkata, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepada saya suatu ucapan di dalam Islam yang tidak akan saya tanyakan kepada seorang pun sesudah anda." Sedangkan dalam penuturan Abu Usamah dengan ungkapan, "orang selain anda", maka beliau menjawab, "Katakanlah; Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah." (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, lihat Syarh Nawawi [2/91-92])

Istiqomah, sebuah perkara yang sangat agung dan tidak bisa diremehkan, sampai-sampai Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma mengatakan tatkala menjelaskan firman Allah ta'ala,

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ

"Istiqomahlah engkau sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu." (QS. Huud : 112)

Ibnu Abbas mengatakan, "Tidaklah turun kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam keseluruhan al-Qur'an suatu ayat yang lebih berat dan lebih sulit bagi beliau daripada ayat ini." (lihat Syarh Nawawi [2/92]).

Sampai-sampai sebagian ulama -sebagaimana dinukil oleh Abu al-Qasim al-Qusyairi- mengatakan,

الِاسْتِقَامَة لَا يُطِيقهَا إِلَّا الْأَكَابِر

"Tidak ada yang bisa benar-benar istiqomah melainkan orang-orang besar." (Disebutkan oleh an-Nawawi dalam Syarh Muslim [2/92])

Oleh sebab itu ikhwah sekalian, semoga Allah meneguhkan kita di atas jalan-Nya, marilah  kita mengingat besarnya nikmat yang Allah karuniakan kepada Ahlus Sunnah yang tetap tegak di atas kebenaran di antara berbagai golongan yang menyimpang dari jalan-Nya. Inilah nikmat teragung dan anugerah terindah yang menjadi cita-cita setiap mukmin. Allah ta'ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُون

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan; Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka istiqomah akan turun kepada mereka para malaikat seraya mengatakan; Janganlah kalian takut dan jangan sedih, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian." (QS. Fusshilat : 30).

al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas -QS. Fusshilat : 30- adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada-Nya lalu istiqomah dan tidak berpaling dari tauhid. Mereka konsisten dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala sampai akhirnya mereka meninggal dalam keadaan itu (lihat Syarh Nawawi [2/92]).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah menjelaskan, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mengakui dan mengikrarkan -keimanan mereka-, mereka ridha akan rububiyah Allah ta'ala serta pasrah kepada perintah-Nya. Kemudian mereka istiqomah di atas jalan yang lurus dengan ilmu dan amal mereka, mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan kabar gembira di dalam kehidupan dunia dan di akhirat (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [2/1037-1038]).

Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu'anhu mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas (yang artinya), "Kemudan mereka tetap istiqomah", maka beliau mengatakan, "Artinya mereka tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun." Diriwayatkan pula dari beliau, "Yaitu mereka tidak berpaling kepada sesembahan selain-Nya." (Disebutkan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali di dalam Jami' al-'Ulum, hal. 260).

Ali bin Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma tentang makna firman Allah ta'ala "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan; Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka istiqomah", beliau mengatakan, "Yaitu mereka istiqomah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban yang Allah bebankan." Sedangkan Abu al-'Aliyah mengatakan, "Kemudian -setelah mengatakan 'Rabb kami adalah Allah- maka mereka pun mengikhlaskan kepada-Nya agama dan amal." Qatadah mengatakan, "Mereka istiqomah di atas ketaatan kepada Allah." Diriwayatkan pula dari Hasan al-Bashri, apabila beliau membaca ayat ini maka beliau berdoa, Allahumma anta Rabbuna farzuqnal istiqomah; 'Ya Allah, engkaulah Rabb kami, karuniakanlah rezeki keistiqomahan kepada kami'." (Jami' al-'Ulum, hal. 260).

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id

Kamis, 24 Februari 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Presentasi Mediu Pekanbaru

Posted: 23 Feb 2011 07:19 PM PST

Alhamdulillah, pada intake Februari 2011 ini MEDIU bisa kembali memberikan beasiswa kepada mahasiswa baru, kita semua berharap agar beasiswa yang diberikan ini dapat menjadi sarana belajar bagi kaum muslimin dan juga kita berharap agar mereka dapat belajar secara efektif di MEDIU dan akhirnya mendapatkan hasil yang bagus.

Untuk mewujudkan hal tersebut, insya Allah MEDIU akan mengadakan Presentasi Tentang Mediu intake September 2011 yang insya Allah akan diselenggarakan

Acara   : Presentasi Tentang Mediu

Pengisi :  Amrullah Akadhinta , ST (Direktur Lc Mediu Yogyakarta)

Tempat : Mahad Ummu Sulaim Pekan Baru dan Mahad lain di sekitar Pekanbaru

Tanggal : 27 Februari 2011

Jam      :  8.00 – Selesai

Kontak Person : Ustadz Delisman (Mudir Mahad Ummu Sulaim)  08127613423

Ustadz Akzam (+6281311334533)

Mohon di sebarkan kepada kaum muslimin yang berada di Pekanbaru dan sekitarnya

Mediu Jogja

Kajian Umum Balikpapan (26-27 Februari 2011)

Posted: 23 Feb 2011 07:15 PM PST

BISMILLAAH
HADIRILAH.!
Kajian akbar islamiyyah BALIKPAPAN 2011.
Insya Allah Dengan Dua tema:

1. “MULIA DENGAN KAIDAH AHLI SUNNAH WALJAMAAH”
Waktu: Sabtu Pagi Pukul 08.00 – Zhuhur
26 Februari 2011.
di Masjid ISTIQOMAH

2. “KONSEKUENSI CINTA KEPADA RASULULLAH”
Waktu: Ahad Pagi Pukul 08.00 – Zhuhur
27 Februari 2011.
di Masjid ISTIQLAL,
(Samping Stadion Persiba Balikpapan)

Bersama AL-UST. YAZID BIN ABDUL QADIR JAWAS

Jazakallah khoir
JANGAN LUPA AJAK KERABAT ANDA!
Sebarkan

0852 4707 7334

Kajian Umum Tuban (6 Maret 2011): “BAHAYA PLURALISME”

Posted: 23 Feb 2011 07:13 PM PST

DAUROH KOTA TUBAN

Hadirilah kajian islam di kota Tuban untuk muslimin dan muslimat
insyaallah di selenggarakan pada hari Ahad, 6 Maret 2011 dengan :

Tema            :
/PENYATUAN AGAMA
Oleh              : Ustadz Ahmad Sabiq dari ma'had Al Fur qon,Sedayu, Gresik
Tempat        : Masjid Baiturrohman,kel. Gedong Ombo (belakang pasar sepeda/PDS,belakang pasar kambing) Tuban
Waktu           : Jam 08.30 WIB-selesai

Diselenggarakan oleh ta'mir masjid Baiturrohman,insyaallah akan
dissediakan makan siang.

Info : 08123410640,085730314732

Rabu, 23 Februari 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Hukum Wanita Mengenakan Parfum

Posted: 23 Feb 2011 04:00 PM PST

Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya oleh seorang wanita:

Bolehkah aku shalat dalam keadaan memakai parfum? Jazakumullah khoiron.

Jawaban Syaikh rahimahullah:

Na'am. Shalat dalam keadaan memakai parfum itu dibolehkan, bahkan dibolehkan bagi laki-laki dan perempuan yang beriman. Akan tetapi wanita hanya boleh menggunakan parfum ketika berada di rumah di sisi suaminya. Dan tidak boleh seorang wanita menggunakan parfum ketika ia keluar ke pasar atau ke masjid. Adapun bagi laki-laki, ia dibolehkan untuk mengenakan parfum ketika berada di rumah, ketika ke pasar, atau ke masjid. Bahkan mengenakan parfum bagi pria termasuk sunnah para Rasul.

Apabila seorang wanita shalat di rumahnya dalam keadaan memakai berbagai wangian …. , maka itu baik. Seperti itu tidaklah mengapa bahkan dianjurkan mengenakannya. Akan tetapi, ketika wanita tersebut keluar rumah, maka ia tidak boleh keluar dalam keadaan mengenakan parfum yang orang-orang dapat mencium baunya. Janganlah seorang wanita keluar ke pasar atau ke masjid dalam keadaan mengenakan parfum semacam itu. Hal ini dikarenakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarangnya.

[Fatawa Nur 'alad Darb, 7/291, cetakan Ar Riasah Al 'Ammah lil Buhuts Al 'Ilmiyyah wal Ifta', Riyadh-KSA, cetakan pertama, thn 1429 H]

***

Yang dimaksudkan hadits larangan tersebut adalah sebagai berikut:

Dari Abu Musa Al Asy'ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

"Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur." (HR. An Nasa'i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami' no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Dari Yahya bin Ja'dah, "Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang perempuan yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, Umar mencium bau harum dari perempuan tersebut maka Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu beliau berkata,

تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم اخرجن تفلات

"Kalian, para perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki mencium bau harum kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang dicium oleh hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian". (HR. Abdurrazaq dalam al Mushannaf no 8107)

Dari Ibrahim, Umar (bin Khatab) memeriksa shaf shalat jamaah perempuan lalu beliau mencium bau harum dari kepala seorang perempuan. Beliau lantas berkata,

لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت لبست أطمار وليدتها

"Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan demikian dan demikian. Hendaklah kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika keluar rumah hendaknya memakai kain jelek yang biasa dipakai oleh budak perempuan". Ibrahim mengatakan, "Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang memakai wewangian itu sampai ngompol karena takut (dengan Umar)". (HR. Abdur Razaq no 8118)

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Riyadh-KSA, 7th Safar 1432 H, 11/01/2011

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

Selasa, 22 Februari 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Hak-Hak Tetangga

Posted: 22 Feb 2011 04:00 PM PST

Kita pada umumnya mengharapkan tinggal dalam suatu lingkungan yang harmonis. Lingkungan yang saling menghargai, tidak saling menyakiti antara yang satu dengan yang lain, baik dalam bentuk perbuatan maupun hanya sekedar ucapan. Tidak berselisih walaupun di dalamnya terdapat orang yang berbeda-beda. Betapa indahnya! Kami yakin bahwa kita semua menginginkannya.

Islam Mewajibkan untuk Berbuat Baik pada Tetangga

Islam berusaha mewujudkan hal tersebut dan salah satu metodenya adalah dengan menekankan bagi pemeluknya untuk menunaikan hak-hak para tetangga. Islam memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik terhadap tetangganya dan tidak menyakiti mereka. Alloh Ta'ala berfirman yang artinya, "Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri" (QS. An Nisaa' : 36).
Orang yang tidak berbuat baik kepada tetangganya, bahkan tetangganya merasa terganggu dengan perbuatan ataupun perkataannya yang keji, maka orang seperti ini berhak untuk masuk neraka. Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda,"Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya" (HR. Bukhori dan Muslim).

Beberapa Hak Tetangga

Beberapa hak tetangga yang wajib kita ditunaikan adalah :

Tidak menyakitinya baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan.

Dalilnya telah disebutkan di atas. Sebagian kaum muslimin merasa 'enjoy' menyakiti tetangganya dengan cara menggunjing dan menceritakan kejelekannya. Wahai saudaraku, sungguh ucapan itu telah menyakiti tetangga kita walaupun dia tidak mengetahuinya. Hal ini lebih sering dilakukan oleh para istri. Namun anehnya, kadang para suami juga tidak mau ketinggalan.

Menolongnya dan bersedekah kepadanya jika dia termasuk golongan yang kurang mampu.

Termasuk hak tetangga adalah menolongnya saat dia kesulitan dan bersedekah jika dia membutuhkan bantuan. Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan sesama muslim, maka Alloh akan menghilangkan darinya satu kesulitan dari berbagai kesulitan di hari kiamat kelak" (HR. Bukhori). Beliau juga bersabda,"Sedekah tidak halal bagi orang kaya, kecuali untuk di jalan Alloh atau ibnu sabil atau kepada tetangga miskin …" (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Menutup kekurangannya dan menasihatinya agar bertaubat dan bertakwa kepada Alloh Ta'ala.

Jika kita mendapati tetangga kita memiliki cacat maka hendaklah kita merahasiakannya. Jika cacat itu berupa kemaksiatan kepada Alloh Ta'ala maka nasihatilah dia untuk bertaubat dan ingatkanlah agar takut kepada adzab-Nya. Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda,"Barangsiapa menutupi aib muslim lainnya, maka Alloh akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak" (HR. Bukhori).

Berbagi dengan tetangga

Jika kita memiliki nikmat berlebih maka hendaknya kita membagikan kepada tetangga kita sehingga mereka juga menikmatinya. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda, "Jika Engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan bagikan kepada tetanggamu" (HR. Muslim). Dan tidak sepantasnya seorang muslim bersantai ria dengan keluarganya dalam keadaan kenyang sementara tetangganya sedang kelaparan. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda,"Bukanlah seorang mukmin yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangga sebelahnya kelaparan" (HR.  Bukhori dalam Adabul Mufrod).

Jika Tetangga Menyakiti Kita

Untuk permasalahan ini, maka cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah bersabar dan berdo'a kepada Alloh Ta'ala agar tetangga kita diberi taufik sehingga tidak menyakiti kita. Kita menghibur diri kita dengan sabda Rosululloh,"Ada 3 golongan yang dicintai Alloh. (Salah satunya adalah) seseorang yang memiliki tetangga yang senantiasa menyakitinya, namun dia bersabar menghadapi gangguannya tersebut hingga kematian atau perpisahan memisahkan keduanya" (HR. Ahmad).

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id

Pendaftaran Siswa Baru SDIT Ibnu Umar TA 2011/2012

Posted: 21 Feb 2011 09:02 PM PST

Pendidikan dasar dalam Islam adalah basis dari pembinaan generasi masa depan yang berilmu amaliyyah dan beramal ilmiyyah. Sementara lingkungan kehidupan modern yang heterogen, menuntut banyak kompetensi di bidang ilmu-ilmu praktis terapan yang kian hari kian canggih. Di sisi lain, lingkungan modern itu kerap dijangkiti oleh pengaruh budaya negatif yang merusak akhlak, aqidah dan komitmen terhadap agama.

Oleh sebab itu, SDIT IBNU UMAR, menawarkan sebuah tipe pendidikan dasar yang mendidik para siswa untuk membekali diri mereka dengan ilmu-ilmu dasar keislaman yang memadai, ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat, akhlak yang mulia, serta kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral dan ketahanan diri menghadapi berbagai cobaan dan tantangan hidup di masa depan.

Karena anak-anak memiliki dunianya tersendiri, memiliki alam berpikir yang unik dan natural, maka metoda yang digunakan dalam SDIT IBNU UMAR adalah metodologi yang mengacu pada nilai-nilai tertinggi dari AYAT-AYAT SYAR'IYYAH, yaitu al-Qur`an, dan AYAT-AYAT KAUNIYYAH, yakni alam semesta dengan segala yang ada di dalamnya, di mana proses pendidikan dan pengajarannya sebisa mungkin diselaraskan dengan alam berpikir anak-anak yang penuh keceriaan.

Dengan demikian diharapkan, proses belajar mengajar dapat berjalan secara efisien dan efektif, menyenangkan, penuh sensasi, serta mampu membangkitkan potensi terpendam yang dimiliki para
siswa dengan beragam jenis kecerdasan yang mereka miliki. Sehingga diharapkan pula, mereka akan menjadi generasi masa depan yang bermental sehat, rajin beribadah, berpikiran maju, kreatif dan aktif belajar di dalam dan di luar ruang-ruang belajar yang terbatas.

Pengasuh
SDIT Ibnu Umar dikepalai dan diasuh oleh Ustadz Abu Umar Basyir Hafizhaahullah.

Materi Dasar

  1. Penanaman aqidah yang lurus
  2. Pembinaan al-Akhlaaq al-Karimah
  3. Pembiasaan praktik nilai-nilai Kitabullah dan Sunnah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam.
  4. Pengembangan kemampuan intelegensi dan logika yang selaras dengan dasar al-Qur`an.
  5. Pengajaran dasar-dasar ilmu agama dan pengetahuan umum yang sesuai kebutuhan modern.

Metode Pelajaran

  1. Selalu berbasis pada dalil-dalil al-Qur`an dan hadits-hadits shahih
  2. Fun learning. Metoda belajar yang ceria, menyenangkan dan tidak menegangkan.
  3. Metode active learning. Metode pendidikan dua arah yang melibatkan siswa secara langsung dan aktif dalam pelajaran.
  4. Inquiry based learning. Metode yang merangsang minat anak atau rasa keingintahuan anak.
  5. Multiple intelligences. Mendidik anak sesuai dengan bakat, potensi dan jenis kecerdasan anak yang berbeda-beda.
  6. Cooperative & colaborative learning. Metode belajar yang melibatkan siswa untuk bekerja secara berkelompok atau tim.
  7. Contextual learning, yaitu memberikan pengalaman nyata kepada anak-anak tentang relevansi dan manfaat materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
  8. Developmentally appropriate practice. Metode yang menerapkan pengajaran anak-anak yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologis anak baik dari segi kognitif, emosional dan moral.

Mata Pelajaran

  1. Ilmu Pengetahuan Islam Dasar : Aqidah, Sirah (Sejarah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam),Tarikh(Sejarah Islam), Asy-Syamaa-il Al-Muhammadiyyah (Akhlak dan Prilaku RasulullahShallallahu'alaihi Wasallam), Fiqih Mu'amalah (Fiqih Praktis), Tartil dan Tahsin (Membaca al-Qur`an Dengan Baik dan Benar), Bahasa Arab Praktis, Imla (Cara Menulis Arab), dsb.
  2. Ilmu-ilmu Pasti dan Pengetahuan Umum : Sains, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Ilmu-ilmu sosial dengan metode active learning.
  3. Tahfizh. Pengajaran menghafal al-Qur`an dengan metode pembiasaan yang tidak memaksa tapi tetap efektif.
  4. Olah Raga: Olah Raga Permainan (Sepak Bola, Bulu Tangkis, dsb), Outbond, Berenang, dsb.
  5. Seni dan Kreativitas : Seni Kertas Origami, Menggambar, Seni Batik, dsb

Ekstrakulikuler
SDIT IBNU UMAR juga menghadirkan kegiatan-kegiatan Ekstrakurikuler bagi para siswa seperti :

  1. Outbond
  2. Fun Cooking
  3. Gardening and Farming
  4. Berenang
  5. Fieldtrip
  6. Magang
  7. Camping
  8. Computer

Keunikannya, bahwa dalam SDIT ini, semua kegiatan Ekstrakurikuler yang ada, selalu bersinergi dengan pengajaran sebagian mata pelajaran penting, seperti Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Ilmu Sosial, al-Qur`an, dan yang lainnya.

Artinya, saat-saat dilaksanakannya berbagai kegiatan Ekstrakurikuler itu, para siswa juga tetap belajar secara non formal untuk mengasah kemampuan bahasa mereka dan kemampuan ilmu-ilmu terapan lain, dalam suasana yang lebih segar, sekaligus memanfaatkan media-media dan lingkungan kegiatan itu untuk meningkatkan kwalitas ilmu-ilmu mereka.

Kursus
SDIT IBNU UMAR juga menyediakan kesempatan 'kursus' di luar waktu belajar, bagi siswa yang ingin lebih
mendalami beberapa mata pelajaran tertentu, terutama Bahasa Inggris, Matematika, Baca Tulis Latin dan Arab (bagi yang masih kurang mahir membaca), sains dan robotic, dsb.

Pelajaran Unggulan

  1. Pelajaran Bahasa Arab dengan metode gabungan antara 'Metode Praktis' dan 'Baca Kitab', yang mengacu pada peletakan Bahasa sebagai kebiasaan sehari-hari, sehingga lulus SD, siswa diharapkan sudah mampu berkomunikasi aktif dengan bahasa Arab, dan mengenal cara membaca kitab gundul sesuai perkembangan otak dan kecerdasannya.
  2. Tahsin dan Tahfiiezh al-Qur`an. Pengajaran membaca al-Qur`an secara tartil, dengan cara pelafalan yang benar sebagaimana orang Arab, dan sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid yang shahih.
  3. Live Skill. Ilmu berbasis keterampilan praktis, seperti Komputer, Elektronika/robotic, Bahasa Iggris, Home Industri dan Kewirausahaan.

Fasilitas

  1. Tempat belajar yang nyaman dan memadai
  2. Komputer dan software pendidikan
  3. Perpustakaan
  4. Tenaga pengajar yang beraqidah lurus, berkualitas sesuai bidangnya dan berdedikasi tinggi
  5. Jumlah guru yang memadai dengan rasio maksimal 1 : 25, yakni satu guru untuk 25 orang murid.
  6. Tempat ibadah yang berdampingan dengan lokasi belajar
  7. Taman bermain yang memadai
  8. Kebun eksperimen
  9. Moving Class
  10. Antar jemput siswa bagi yang membutuhkan
  11. Sarana outbond & olahraga

Informasi & Sekretariat Pendaftaran
Jalan LKMD, Batu Ampar RT. 005, No. 34,
Belakang Untri (Universitas Tridharma),
Balikpapan Utara, Balikpapan – Kaltim
Telp : 0542-737622, 08115420669, 082158001728, 081346683030, 081346683030
Website: http://ibnuumar.com

Waktu Pendaftaran

  • Pendaftaran : 21 Februari 2011 s/d 31 Maret 2011 (09.00-12.00 WITA)
  • Pengembalian Formulir Pendaftaran 1 s/d 30 April 2011 (09.00-12.00 WITA)

Syarat Pendaftaran

  1. Mengisi formulir pendaftaran
  2. Membayar uang pendaftaran sebesar Rp. 50.000,-
  3. Usia minimal 6 tahun.
  4. Lulus tes wawancara bagi orangtua calon siswa

Biaya Pendidikan

  1. Bebas Biaya Gedung
  2. Biaya Masuk Rp.2.000.000,- (administrasi umum sekolah, KBM, outdoor activity selama 1 tahun)
  3. SPP Rp. 200.000,- / bulan

NB:
- Menerima orang tua asuh untuk membantu siswa tidak mampu.
- Insya Allah ada bantuan dana bagi siswa tidak mampu.

[Download Brosur]