Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah |
- Informasi Pembukaan Wisma Muslim di Yogyakarta 2011
- Tidak Sepantasnya Kita Menyombongkan Diri
- Menelan Dahak Ketika Shalat
Informasi Pembukaan Wisma Muslim di Yogyakarta 2011 Posted: 22 Jun 2011 02:17 AM PDT بسم الله الرحمن الرحيم Ingin tempat tinggal yang nyaman? Kondusif untuk mengaji? Bisa melejitkan semangat dakwah? Kami menawarkan kepada anda…. Program Wisma muslim yang didukung dengan kegiatan-kegiatan pemacu semangat tholabul ilmi dan dakwah Dibuka kesempatan bagi para mahasiswa yang ingin tinggal di lingkungan para penuntut ilmu syar'i. Syarat:
Deskripsi Wisma A. Wisma MTI (khusus Angkatan 2009, 2010, 2011) Deskripsi:
B. Wisma Al-Jadid (khusus angkatan 2008 ke atas) Deskripsi:
C. Wisma Darus Shalihin Deskripsi:
Catatan: Jika peminat banyak, insya Allah akan dibuka satu wisma baru lagi. Program Wisma:
Informasi lebih lanjut: Ginanjar Indrajati B
Penyelenggara: Divisi Wisma Muslim Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari |
Tidak Sepantasnya Kita Menyombongkan Diri Posted: 21 Jun 2011 05:00 PM PDT Kesombongan (takabbur) atau dikenal dalam bahasa syariat dengan sebutan al-kibr yaitu melihat diri sendiri lebih besar dari yang lain. Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau Shallallahu 'alaihi wa salllam, الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ "Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia." [H.R. Muslim, no. 2749, dari 'Abdullah bin Mas'ûd] Inilah yang membedakan takabbur dari sifat 'ujub (membanggakan diri, silau dengan diri sendiri). Sifat 'ujub, hanya membanggakan diri tanpa meremehkan orang. Sedangkan takabbur, disamping membanggakan diri juga meremehkan orang. SEBAB-SEBAB KESOMBONGAN Sebab-sebab kesombongan, antara lain: 1- 'Ujub (Membanggakan Diri) ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَهُوَيَ مُتَبَعٌ وَإِعْجَابٌ اْلمَرْءِ بِنَفْسِهِ "Tiga perkara yang membinasakan: sifat sukh (rakus dan bakhil) yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan 'ujub seseorang terhadap dirinya." [Silsilah Shahihah, no. 1802] Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللَّهُ بِهِ الْأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ "Ketika seorang laki-laki sedang bergaya dengan kesombongan berjalan dengan mengenakan dua burdahnya (jenis pakaian bergaris-garis; atau pakaian yang terbuat dari wol hitam), dia mengagumi dirinya, lalu Allah membenamkannya di dalam bumi, maka dia selalu terbenam ke bawah di dalam bumi sampai hari kiamat." [HR. Bukhari, no. 5789; Muslim, no. 2088; dan ini lafazh Muslim] 2- Merendahkan Orang Lain. 3- Suka Menonjolkan Diri (Taraffu). Oleh karena itu, barangsiapa memperhatikan Al-Qur'an niscaya akan mendapati bahwa orang-orang yang bersombong pada tiap-tiap kaum adalah para pemukanya, yaitu orang-orang yang memegang kendali berbagai urusan. Allah Ta'ala berfirman tentang suku Tsamud, kaum Nabi Shalih Alaihissalam yang artinya, "Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, 'Tahukah kamu bahwa Shalih di utus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?' Mereka (yang dianggap lemah-red) menjawab, 'Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya.' Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu." Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. dan mereka berkata, "Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)." [al-A'râf/7:75-77] Dan Allah Ta'ala memberitakan tentang kaum Nabi Syu'aib Alaihissalam, "Pemuka-pemuka dari kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata, 'Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kami.' Syu'aib berkata, 'Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?'" [Al-A'raaf/7: 88] Namun orang yang berakal akan berlomba pada ketinggian yang tetap lagi kekal, yang di dalamnya terdapat keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kedekatan kepadaNya. Dan dia meninggalkan ketinggian sementara yang akan binasa, yang akan diikuti oleh kemurkaan Allah dan kemarahanNya, kerendahan hamba, kesibukannya, jauhnya dari Allah dan terusirnya (dari rahmat) Allah. Inilah ketinggian yang tercela, yaitu sikap melewati batas dan takabbur di muka bumi dengan tanpa kebenaran. Allah Ta'ala berfirman, "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin ketinggian (menyombongkan diri ) dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." [Al-Qashash/28: 83] Adapun ketinggian yang pertama (yakni ketinggian yang tetap lagi kekal di akhirat) dan bersemanagat untuk meraihnya, maka itu terpuji. Allah Ta'ala berfirman, "Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba." [Al-Muthaffifin/83: 26] Maka disyari'atkan berlomba-lomba untuk (meraih) derajat-derajat tinggi di akhirat yang kekal, dan berusaha meraih ketinggian pada tingkatan-tingkatannya, serta bersemangat untuk itu dengan berusaha melakukan sebab-sebabnya. Dan hendaklah seseorang tidak merasa puas dengan kerendahan, padahal dia mampu meraih ketinggian. 4- Mengikuti Hawa Nafsu. "Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?" [Al-Baqarah/2: 87] BAHAYA KESOMBONGAN Ketahuilah wahai hamba Allah yang hatinya dihiasi dengan tawadhu' (rendah hati) bahwa bencana kesombongan itu sangat besar, orang-orang istimewa binasa di dalamnya, dan jarang orang yang bebas darinya, baik para ulama, ahli ibadah, atau ahli zuhud. Bagaimana bencana kesombongan itu tidak besar, sedangkan kesombongan itu: 1- Dosa Pertama Yang Dengannya Allah Azza Wa Jalla Dimaksiati. "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam!,' Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." [Al-Baqarah/2: 34] 2- Kesombongan Merupakan Kawan Syirik Dan Penyebabnya. "Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir." [Shaad/38: 73-74] Allah Azza wa Jalla juga berfirman, " (Bukan demikian) sebenarya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir." [Az-Zumar/39: 59] Karena barangsiapa takabbur dari patuh kepada al-haq (kebenaran) –walaupun kebenaran itu datang kepadanya lewat tangan seorang anak kecil atau orang yang dia benci dan musuhi- , maka sesungguhnya takabburnya itu adalah kepada Allah, karena Allah adalah Al-Haq, perkataan-Nya adalah haq, agama-Nya adalah haq, al-haq merupakan sifat-Nya, dan al-haq adalah dari-Nya dan untukNya. Maka, jika seorang hamba menolak al-haq, takabbur dari menerimanya, maka sesungguhnya dia menolak Allah dan takabbur terhadap-Nya. Dan barangsiapa takabbur terhadap Allah, niscaya Allah akan menghinakannya, merendahkannya, mengecilkannya, dan meremehkannya. 3- Orang-Orang Yang Sombong Tempat Kembalinya Adalah Neraka. "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya". Maka neraka Jahannam Itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri." [Az-Zumar/39: 72] Dan orang-orang yang sombong adalah para penduduk neraka Jahannam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, إِنَّ أَهْلَ النَّارِ كُلُّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ جَمَّاعٍ مَنَّاعٍ وَأَهْلُ الْجَنَّةِ الضُّعَفَاءُ الْمَغْلُوبُونَ "Sesungguhnya penduduk neraka adalah semua orang yang kasar lagi keras, orang yang bergaya sombong di dalam jalannya, orang yang bersombong, orang yang banyak mengumpulkan harta, orang yang sangat bakhil. Adapun penduduk sorga adalah orang-orang yang lemah dan terkalahkan." [Hadits Shahih. Riwayat Ahmad, 2/114; Al-Hakim, 2/499] Mereka akan merasakan berbagai macam siksaan di dalam Jahannam, akan diliputi kehinaan dari berbagai tempat, dan akan diminumi nanah penduduk neraka. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الْخَبَالِ "Pada hari kiamat orang-orang yang sombong akan digiring dan dikumpulkan seperti semut kecil, di dalam bentuk manusia, kehinaan akan meliputi mereka dari berbagai sisi. Mereka akan digiring menuju sebuah penjara di dalam Jahannam yang namanya Bulas. Api neraka yang sangat panas akan membakar mereka. Mereka akan diminumi nanah penduduk neraka, yaitu thinatul khabal (lumpur kebinasaan)." [Hadits Hasan. Riwayat Bukhari di dalam al-Adabul Mufrad, no. 557; Tirmidzi, no. 2492; Ahmad, 2/179; dan Nu'aim bin Hammad di dalam Zawaid Az-Zuhd, no. 151] 4- Kesombongan Merupakan Tirai Penghalang Masuk Surga. "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya!" [Al-A'râf/7: 13] Kesombongan itu menjadi tirai penghalang masuk surga karena menghalangi seorang hamba dari akhlaq orang-orang beriman. Orang sombong tidak menyukai untuk kaum mukminin kebaikan yang dia sukai untuk dirinya. Dia tidak mampu bersikap rendah hati dan meninggalkan hasad, dendam, dan marah. Dia juga tidak mampu manahan murka, dia tidak menerima nasehat, dan tidak selamat dari sifat merendahkan dan menggibah manusia. Tidak ada sifat yang tercela kecuali dia memilikinya. 5- Allah Tidak Mencintai Orang-Orang Yang Sombong. "Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong." [An-Nahl/16: 22-23] 6- Kesombongan Merupakan Sebab Su-ul Khatimah (Keburukan Akhir Kehidupan). "Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." [Al-Mukmin/40: 35] 7- Kesombongan Merupakan Sebab Berpaling Dari Ayat-Ayat Allah. "Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi." [Al-A'raaf/7: 146] 8- Kesombongan Merupakan Dosa Terbesar. لَوْ لَمْ تَكُوْنُوْا تُذْنِبُونَ لَخِفْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبُ الْعُجْبُ "Jika kamu tidak berbuat dosa, sungguh aku mengkhawatirkan kamu pada perkara yang lebih besar dari itu, yaitu 'ujub, 'ujub (kagum terhadap diri sendiri)." [Hadist Hasan Lighairihi, sebagaimana di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 658, karya Syaikh Al-Albani] Sumber: At-Tawaadhu' fii Dhauil Qur'anil Kariim was Sunnah ash-Shahiihah karya Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali hafizhahullah, hlm. 35-44; Penerbit. Daar Ibnul Qayyim; Cet. 1; Th. 1410 H/1990 M Diadaptasi dan disadur secara bebas oleh Ustadz Abu Isma'il Muslim Atsari Artikel www.muslim.or.id |
Posted: 21 Jun 2011 05:00 PM PDT Pertanyaan : Apa hukum menelan dahak ketika shalat? Jawaban : Alhamdulillah. Dahak hukumnya suci berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari (409) dan Muslim (550) -lafadz hadits berikut merupakan riwayat Muslim-, dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dia menuturkan bahwasanya rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat dahak di kiblat masjid. Beliau pun lalu berbalik dan berkata kepada para sahabat, "Bagaimana menurut kalian, jika seorang berdiri shalat menghadap Rabb-nya lalu dia meludah di hadapan-Nya? Apakah salah seorang diantara kalian suka jika orang lain menghadap dan kemudian meludah ke wajahnya? Jika kalian ingin meludah, hendaklah meludah di sebelah kiri, dan di bawah kakinya. Jika tidak bisa, hendaknya dia melakukan hal ini." Salah satu perawi hadits, al-Qasim, menirukan yaitu dengan meludah di baju, kemudian diusap-usap di sela-sela baju. Ibnu Qudamah mengatakan, "Jika dahak merupakan najis, tentu rasulullah tidak akan memerintahkan agar diludahkan dan diusapkan di baju sementara orang tersebut melaksanakan shalat, tidakpula memerintahkan agar diludahkan di bawah kaki. Tidak ada perbedaan antara sesuatu yang keluar dari kepala dengan dahak yang keluar dari dada." Beliau juga mengatakan, "Al-Balgham adalah sejenis an-nakhamah (dahak), yang salah satunya mirip dengan yang lain . Jika najis, tentulah mulut pun akan najis dengannya… Beliau melanjutkan, "…dan tidak ada riwayat dari para sahabat radliallahu 'anhum yang sampai kepada kami -padahal hal ini telah diketahui bersama- yang menyatakan hal itu najis." [Al-Mughni 1/415 dengan sedikit peringakasan]. Dan menelan dahak tidaklah identik dengan makan dan minum, karena dahak bukanlah makanan, tidakpula minuman, tidakpula semakna dengan keduanya. Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin pernah ditanya, "Para ahli fikih menyebutkan bahwa (menelan) dahak dapat membatalkan puasa. Apakah shalat dapat kita analogikan dengan hal ini, maksudnya apakah (menelan) dahak dapat membatalkan shalat? Maka beliau menjawab, "Pertama, para ahli fikih tidaklah bersepakat dalam permasalahan ini. Bahkan, madzhab imam Ahmad memiliki dua qaul, apakah hal itu membatalkan puasa ataukah tidak. Kedua, dahak yang membatalkan puasa, yang dimaksud oleh ahli fikih tersebut adalah dahak yang sampai ke mulut. Adapun dahak yang terdapat di tenggorokan dan turun ke dada, maka tidaklah membatalkan. Dan saya tidak menyangka akan ada orang yang menelan dahaknya kembali setelah dahak itu berada di mulutnya, karena hal itu menjijikkan. Akan tetapi, mayoritas ahli fikih madzhab Hambali mengatakan, "Apabila dahak sampai ke mulut seseorang kemudian ditelan, maka puasanya batal." Hal ini dianalogikan jika hal tersebut terjadi di tengah-tengah pelaksanaan shalat, maka shalat seseorang batal karenanya. Dengan demikian, kita dapat berkesimpulan bahwa (para ahli fikih tersebut berpandangan bahwa menelan dahak) semakna dengan makan. Namun, saya tidak menjumpai bahwa mereka menyebutkan hal ini ketika seorang melaksanakan shalat. Lagipula, pendapat yang menyatakan menelan dahak jika sampai di mulut dapat membatalkan puasa perlu ditinjau ulang, karena menelan dahak tidak dapat dikatakan sebagai memakan dan meminum, serta dahak tidaklah masuk ke dalam lambung, bahkan dahak itu adanya di lambung. (Demikianlah pendapat yang tepat) meski kita menganggap mulut itu merupakan bagian luar dari tubuh, bukan bagian dalam. Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin mengatakan dalam Liqa al-Bab al-Maftuh 17/116, "Dahak suci tapi bukanlah makanan dan minuman, tidakpula semakna dengan keduanya. Maka, apabila seorang yang shalat menelannya, maka shalatnya tetaplah sah, terlebih jika dahak itu tidak dapat diludahkan atau dikeluarkan di saputangan dan yang semacamnya. Menurut kebiasaan, menelan dahak merupakan sesuatu yang menjijikkan dan yang disyari'atkan adalah seseorang mengeluarkannya di saputangan dan tidak menelannya." Wallahu a'lam. Sumber: www.islam-qa.com/ar/ref/146088/pdf/dl Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim Artikel www.muslim.or.id |
You are subscribed to email updates from Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar