Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah |
- Ibadah Bagi Wanita di Masa Haidh
- Nama Allah yang Paling Agung (2)
- Kajian Umum Gemolong (19 Desember 2010): Syarah Hadits Arba’in An-Nawawi
- Nama Allah yang Paling Agung (1)
- Adab Islami Sebelum Tidur
- (Update 12-Des) Laporan Pemasukan Donasi Tanggap Merapi
Ibadah Bagi Wanita di Masa Haidh Posted: 17 Dec 2010 04:00 PM PST Apa saja ibadah yang dibolehkan bagi wanita di kala haidh? Ada penjelasan amat bagus dari seorang ulama besar saat ini, Syaikh Kholid Al Mushlih, murid senior Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah. Syaikh Kholid bin 'Abdillah Al Mushlih hafizhohullah menerangkan: Haidh dan nifas adalah suatu ketetapan Allah bagi kaum hawa karena ada hikmah dan rahmat di balik itu semua. Para ulama telah sepakat (baca: ijma') bahwa wanita haidh dan nifas dilarang melakukan shalat yang wajib maupun yang sunnah, serta tidak perlu mengqodho' (mengganti) shalatnya. Begitu pula para ulama sepakat bahwa wanita haidh dan nifas dilarang berpuasa yang wajib maupun yang sunnah selama masa haidhnya. Namun mereka wajib mengqodho' puasanya tersebut. Para ulama pun sepakat bahwa wanita haidh dan nifas boleh untuk berdzikir dengan bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), dan dzikir lainnya. Adapun membaca Al Qur'an tentang bolehnya bagi wanita haidh dan nifas terdapat perselisihan pendapat. Yang tepat dalam hal ini, tidak mengapa wanita haidh dan nifas membaca Al Qur'an sebagaimana akan datang penjelasannya. Begitu pula tidak mengapa wanita haidh dan nifas melakukan amalan sholih lainnya selain yang telah kami sebutkan ditambah thowaf. Dalam riwayat Bukhari (294) dan Muslim (1211) dari jalur 'Abdurrahman bin Al Qosim, dari Al Qosim bin Muhammad, dari 'Aisyah, ia berkata, "Aku pernah keluar, aku tidak ingin melakukan kecuali haji. Namun ketika itu aku mendapati haidh. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akhirnya mendatangiku sedangkan aku dalam keadaan menangis. Belia berkata, "Apa engkau mendapati haidh?" Aku menjawab, "Iya." Beliau bersabda, "Ini sudah jadi ketetapan Allah bagi kaum hawa. Lakukanlah segala sesuatu sebagaimana yang dilakukan orang yang berhaji kecuali thowaf keliling Ka'bah." Dari sini maka hendaklah laki-laki dan perempuan bersemangat untuk melakukan berbagai kebaikan. Tidak sepantasnya melarang wanita di masa haidh dan nifasnya dari berbagai kebaikan lainnya karena ini merupakan tipu daya syaithon. Mereka hanya terlarang melakukan shalat, puasa, dan thowaf, sedangkan yang lainnya mereka boleh menyibukkan diri dengannya. Adapun khusus untuk membaca Al Qur'an bagi wanita haidh, maka di sini terdapat perselisihan di kalangan para ulama rahimahullah. Ada tiga pendapat dalam masalah ini: Pendapat pertama: Bolehnya membaca Al Qur'an bagi wanita haidh dan nifas, asalkan tidak menyentuh mushaf Al Qur'an. Inilah pendapat dari Imam Malik, juga salah satu pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Pendapat ini juga dipilih oleh Imam Al Bukhari, Daud Azh Zhohiri, dan Ibnu Hazm. Pendapat kedua: Bolehnya membaca sebagian Al Qur'an, satu atau dua ayat, bagi wanita haidh dan nifas. Ada yang menyebutkan bahwa tidak terlarang membaca Al Qur'an kurang dari satu ayat. Pendapat ketiga: Diharamkan membaca Al Qur'ab bagi wanita haidh dan nifas walaupun hanya sebagian saja. Inilah pendapat mayoritas ulama, yakni ulama Hanafiyah, ulama Syafi'iyah, ulama Hambali dan selainnya. Imam At Tirmidzi mengatakan bahwa inilah pendapat kebanyakan ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kalangan tabi'in dan ulama setelahnya. Setiap pendapat di atas memiliki dalil pendukung masing-masing. Namun yang terkuat menurut kami adalah bolehnya membaca Al Qur'an bagi wanita haidh dan nifas. Inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran. Seandainya wanita haidh terlarang membaca Al Qur'an, tentu saja Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan menjelaskannya dengan penjelasan yang benar-benar gamblang, lalu tersampaikanlah pada kita dari orang-orang yang tsiqoh (terpercaya). Jika memang benar ada pelarangan membaca Al Qur'an bagi wanita haidh dan nifas, tentu akan ada penjelasannya sebagaimana diterangkan adanya larangan shalat dan puasa bagi mereka. Kita tidak bisa berargumen dengan dalil pelarangan hal ini karena para ulama sepakat akan kedho'ifannya. Hadits yang dikatakan bahwa para ulama sepakat mendho'ifkannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu secara marfu' (sampai pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئاً من القرآن "Tidak boleh membaca Al Qur'an sedikit pun juga bagi wanita haidh dan orang yang junub." Imam Ahmad telah membicarakan hadits ini sebagaimana anaknya menanyakannya pada beliau lalu dinukil oleh Al 'Aqili dalam Adh Dhu'afa' (90), "Hadits ini batil. Isma'il bin 'Iyas mengingkarinya." Abu Hatim juga telah menyatakan hal yang sama sebagaimana dinukil oleh anaknya dalam Al 'Ilal (1/49). Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (21/460), "Hadits ini adalah hadits dho'if sebagaimana kesepakatan para ulama pakar hadits." Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Fatawanya (26/191), "Hadits ini tidak diketahui sanadnya sampai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits ini sama sekali tidak disampaikan oleh Ibnu 'Umar, tidak pula Nafi', tidak pula dari Musa bin 'Uqbah, yang di mana sudah sangat ma'ruf banyak hadits dinukil dari mereka. Para wanita di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga sudang seringkali mengalami haidh, seandainya terlarangnya membaca Al Qur'an bagi wanita haidh/nifas sebagaimana larangan shalat dan puasa bagi mereka, maka tentu saja Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan menerangkan hal ini pada umatnya. Begitu pula para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahuinya dari beliau. Tentu saja hal ini akan dinukil di tengah-tengah manusia (para sahabat). Ketika tidak ada satu pun yang menukil larangan ini dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tentu saja membaca Al Qur'an bagi mereka tidak bisa dikatakan haram. Karena senyatanya, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melarang hal ini. Jika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri tidak melarangnya padahal begitu sering ada kasus haidh di masa itu, maka tentu saja hal ini tidaklah diharamkan." Syaikhul Islam telah menjelaskan secara global tentang pembolehan membaca Al Qur'an bagi wanita haidh dengan menyebutkan kelemahan hadits yang membicarakan hal itu. Syaikhul Islam mengatakan dalam Majmu' Al Fatawa (21/460), "Sudah begitu maklum bahwa wanita sudah seringkali mengalami haidh di masa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, namun tidak ditemukan bukti beliau melarang membaca Al Qur'an kala itu. Sebagaimana pula beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melarang berdzikir dan berdo'a bagi mereka. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri memerintahkan kepada para wanita untuk keluar saat ied, lalu bertakbir bersama kaum muslimin. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pun memerintahkan kepada wanita haidh untuk menunaikan seluruh manasik kecuali thawaf keliling ka'bah. Begitu pula wanita boleh bertalbiyah meskipun ia dalam keadaan haidh. Mereka bisa melakukan manasik di Muzdalifah dan Mina, juga boleh melakukan syi'ar lainnya." Fatwa 22-8-1427 Sumber: http://www.islamway.com/?iw_s=Fatawa&iw_a=view&fatwa_id=33636 Kesimpulannya: Wanita haidh dan nifas masih boleh membaca Al Qur'an namun tidak boleh menyentuhnya. Jika ingin menyentuhnya hendaknya menggunakan sarung tangan dan pembatas lainnya sebagaimana pernah diterangkan di website ini di sini. Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Allah yang Paling Agung (2) Posted: 17 Dec 2010 03:00 AM PST Nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagiannya lebih utama dari sebagian lainnya Hadits-hadits di atas termasuk dari dalil-dalil dalam Al-Qur-an dan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa masing-masing nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki keutamaan yang berbeda-beda, dan sebagiannya lebih utama dari sebagian lainnya.[1] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Ucapan orang yang mengatakan bahwa sifat-sifat Allah tidak berbeda-beda keutamaannya (antara sebagian dari sebagian lainnya), atau ucapan yang semakna dengan itu, adalah ucapan yang tidak dilandasi dengan dalil (dari Al-Qur-an dan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) … Siapakah yang menjadikan sifat rahmat-Nya tidak lebih utama dari sifat murka-Nya? Padahal dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Allah menulis pada sebuah kitab di sisi-Nya di atas 'Arsy" (yang artinya), "Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku", dalam riwayat lain: mendahului kemurkaan-Ku….[2] Sebagaimana nama-nama dan sifat-sifat Allah yang bermacam-macam, maka demikian pula, keutamaannya (antara satu nama atau sifat dengan nama atau sifat yang lainnya) berbeda-beda. Sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam Al-Qur-an, sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ijma' (kesepakatan kaum muslimin), dan (sesuai) dengan akal (manusia)."[3] Imam Ibnul Qayyim juga menjelaskan hal ini dalam ucapan beliau, "Sesungguhnya, sebagian dari sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih utama dari sebagian (yang lain)…, sebagaimana sifat rahmat-Nya lebih utama daripada sifat murka-Nya. Oleh karena itu, sifat rahmat-Nya mengalahkan dan mendahului (kemurkaan-Nya). Demikian pula, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang (termasuk) sifat-Nya. Sudah dimaklumi bahwa (tentu saja) firman-Nya yang mengandung pujian bagi-Nya, menyebutkan sifat-sifat (kesempurnaan)-Nya, dan (kewajiban) mentauhidkan-Nya (mengesakan-Nya dalam beribadah) lebih utama daripada firman-Nya yang berisi celaan terhadap musuh-musuh-Nya dan penjelasan (tentang) sifat-sifat (buruk) mereka. Oleh karena itu, surat Al-Ikhlash lebih utama daripada surat Al-Lahab (Al-Masad), dan surat Al-Ikhlash sebanding (pahala membacanya) dengan (pahala membaca) sepertiga dari Al-Qur-an.[4] (Demikian pula) ayat kursi adalah ayat yang paling utama dalam Al-Qur-an[5]…." Lebih lanjut, Syekh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin merinci penjelasan masalah ini. Beliau berkata, "Hadits ini (hadits tentang ayat kursi di atas) menunjukkan bahwa Al-Qur-an berbeda-beda keutamaannya (antara satu ayat dengan ayat yang lain), sebagaimana ini juga ditunjukkan dalam hadits tentang surat Al-Ikhlash (di atas). Pembahasan masalah ini harus diperinci dengan penjelasan berikut: jika ditinjau dari (segi) Dzat yang mengucapkan/berfirman (dengan Al-Quran) maka Al-Quran tidak berbeda-beda keutamaannya, karena Dzat yang mengucapkannya adalah satu, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Adapun jika ditinjau dari (segi) kandungan dan pembahasannya maka Al-Quran berbeda-beda keutamaannya (satu ayat dengan ayat yang lain). Surat Al-Ikhlash yang berisi pujian bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang karena mengandung (penyebutan) nama-nama dan sifat-sifat Allah (tentu), tentunya tidak sama dari segi kandungannya dengan surat Al-Masad (Al-Lahab) yang berisi penjelasan (tentang) keadaan Abu Lahab. Demikian pula, Al-Quran berbeda-beda keutamaannya (antara satu ayat dengan ayat yang lain) dari segi pengaruhnya (terhadap hati manusia) dan kekuatan/ ketinggian uslub (gaya bahasanya), Kita mendapati bahwa di antara ayat-ayat Al-Quran ada yang pendek tetapi berisi nasihat dan berpengaruh besar bagi hati manusia. Sementara kita mendapati bahwa ada ayat lain yang jauh lebih panjang, tetapi tidak berisi kandungan seperti ayat tadi."[6] Nama Allah Subhanahu wa Ta'ala apakah yang merupakan nama-Nya yang paling agung? Imam Asy-Syaukani berkata, "Telah terjadi perbedaan pendapat (di antara para ulama) tentang penentuan nama Allah yang paling agung dalam sekitar empat puluh pendapat, dan Imam As-Suyuthi telah menulis kitab khusus tentang masalah ini."[7] Mayoritas pendapat-pendapat tersebut sangat lemah karena tidak dilandasi argumentasi kuat dari Al-Quran dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maupun keterangan dari para shahabat radhiallahu 'anhum. Tidak ketinggalan pula, orang-orang ahli bid'ah dari kalangan ahli tasawuf dan selain mereka. Dalam pembahasan masalah ini, mereka banyak membawakan keterangan yang batil dan tidak bernilai sama sekali. Bahkan, mereka tidak segan-segan menyampaikan hadits-hadits yang palsu, riwayat-riwayat yang dibuat-buat, atau kisah-kisah dusta untuk menguatkan kebatilan mereka, serta untuk memperdaya dan menipu orang-orang awam dan bodoh dari kalangan kaum muslimin.[8] Adapun dalil-dalil dari Al-Qur-an dan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak satu pun yang secara jelas dan tegas menentukan apakah nama Allah yang paling agung. Oleh karena itu, para ulama ber-ijtihad dalam menetukan nama Allah ini.[9] Dari semua pendapat dalam masalah ini, hanya tiga pendapat yang paling kuat dan lebih dekat kepada kebenaran, insya Allah. Ketiga pendapat tersebut adalah: Pendapat pertama, nama-Nya yang paling agung adalah "Allah". Pendapat ini dipilih oleh beberapa ulama ahlus sunnah, seperti Imam Jabir bin Zaid Al-Azdi[10], Imam 'Amir bin Syurahil Asy-Sya'bi[11], dan Imam Abu Abdillah Ibnu Mandah[12]. Imam Abu Abdillah Ibnu Mandah berkata, "Nama-Nya 'Allah' adalah pengenalan terhadap Dzat-Nya (Yang Mahamulia). Dia Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan menggunakan nama ini untuk siapa pun dari makhluk-Nya, atau dipanggil dengan nama ini sesembahan selain-Nya. Allah menjadikannya sebagai permulaan iman, tiang penopang Islam, kalimat kebenaran dan keikhlasan, serta penolak sekutu dan tandingan bagi-Nya. Orang yang mengucapkannya akan terlindung dari pembunuhan (dihalalkan darahnya), dengannya dibuka kewajiban-kewajiban (dalam Islam), terikatnya sumpah-sumpah, perlindungan dari setan, serta dengan nama-Nyalah segala sesuatu dibuka dan ditutup. Maka, maha suci nama-Nya, dan tiada sembahan yang benar selain-Nya."[13] Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syekh Al-Albani[14] dan Syekh 'Abdur Razzaq bin 'Abdil Muhsin Al-Badr. Bahkan, Syekh 'Abdur Razzaq mengatakan bahwa pendapat inilah yang terkenal di kalangan para ulama dan lebih dekat dengan dalil-dalil dari Al-Quran dan as-sunnah. Beliau juga menjelaskan bahwa nama "Allah" disebutkan dalam semua hadits yang mengisyaratkan nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling agung.[15] Pendapat kedua, nama-Nya yang paling agung adalah "Al-Hayyu Al-Qayyum" (Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri dan menegakkan semua makhluk-Nya) Pendapat ini dikuatkan oleh beberapa ulama, seperti Al-Qasim bin 'Abdur Rahman Ad-Dimasyqi[16], murid sahabat Abu Umamah radhiallahu 'anhu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah[17], dan Syekh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin[18]. Imam Ibnul Qayyim berkata, "Sesungguhnya, sifat (Allah Subhanahu wa Ta'ala) al-hayat (Mahahidup) mengandung dan meliputi semua sifat kesempurnaan, sedangkan sifat al-qayyumiyah (Maha Berdiri sendiri dan menegakkan semua makhluk-Nya) mengandung semua sifat perbuatan Allah. Oleh karena itu, nama Allah yang paling agung –yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya), dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya)– adalah nama-Nya 'Al-Hayyu Al-Qayyum'."[19] Syekh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin berkata, "Kedua nama ini (Al-Hayyu Al-Qayyum) adalah nama Allah yang paling agung, yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya). Oleh karena itu, ketika berdoa (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), seorang hamba sepatutnya bertawasul (menjadikan perantara untuk memudahkan dikabulkannya doa) dengan nama Allah ini, dengan mengatakan, 'Wahai Al-Hayyu Al-Qayyum (wahai Yang MahaHidup lagi Maha Berdiri sendiri dan menegakkan semua makhluk-Nya)." [31][20] Pendapat ketiga, nama-Nya yang paling agung adalah nama-nama-Nya yang mengandung semua sifat-sifat kesempurnaan dan kemuliaan-Nya. Jadi, bukanlah yang dimaksud satu nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tertentu. Pendapat ini yang dipilih dan dikuatkan oleh Syekh 'Abdur Rahman As-Sa'di. Beliau berkata, "Sesungguhnya nama Allah yang paling agung adalah jenis (dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala), dan bukanlah satu nama tertentu, karena sesungguhnya nama-nama Allah (yang maha indah) ada dua macam: Yang pertama, nama-nama-Nya yang (hanya) mengandung satu atau dua sifat, atau sifat-sifat yang terbatas. Yang kedua, nama-nama-Nya yang menunjukkan semua sifat-sifat kesempurnaan milik Allah, dan mengandung sifat-sifat keagungan, kemuliaan dan keindahan. Jenis kedua inilah yang merupakan nama-Nya yang paling agung, karena nama-nama ini menunujukkan berbagai makna yang paling agung dan paling luas. Maka, nama 'Allah' adalah (termasuk) nama-Nya yang paling agung. Demikian pula, nama-Nya 'Ash-Shamad' (Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu). Demikian pula, 'Al-Hayyu Al-Qayyum', 'Al-Hamid Al-Majid' (Yang Maha Terpuji lagi Mulia), 'Al-Kabir Al-'Azhim' (Yang Mahabesar dan Agung), dan 'Al-Muhith" (Yang Maha Meliputi semua makhluk-Nya)'." [32][21] Di kitab lain, beliau berkata, "Nama Allah yang paling agung di antara nama-nama-Nya adalah semua nama yang disebutkan tersendiri (dalam Al-Quran dan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) atau digandengkan dengan nama-Nya yang lain, jika nama tersebut menunjukkan semua sifat dzatiyyah (berhubungan dengan zat-Nya dan terus-menurus ada) dan fi'liyyah (berhubungan dengan perbuatan-Nya yang terjadi sesuai dengan kehendak-Nya) milik Allah, atau menunjukkan makna semua sifat-Nya. Seperti nama-Nya 'Allah', yang menghimpun semua makna al-uluhiyyah (hak untuk disembah dan diibadahi) secara keseluruhan, yang merupakan semua sifat kesempurnaan-Nya. Maka, dengan ini kita ketahui bahwa nama Allah yang paling agung adalah jenis (dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala), dan pendapat inilah yang ditunjukkan dalam dalil-dalil syariat (Al-Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam)." [33][22] Kesimpulan dan Penutup Ketiga pendapat di atas masing-masing memiliki argumentasi yang kuat dan dipilih oleh para ulama ahlus sunnah yang terpercaya. Meskipun secara pribadi, penulis lebih cenderung memilih pendapat yang ketiga, karena pendapat inilah yang menghimpun semua dalil dari hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang nama Allah yang paling agung, wallahu a'lam. [34][23] Bagi kita yang ingin berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung, yang paling baik dan utama adalah dengan mengucapkan lafal doa yang kami sebutkan dalam hadits pertama dan kedua di atas, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri yang menyampaikan bahwa doa tersebut mengandung nama Allah yang paling agung, yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya) dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya). Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan petunjuk dan taufik-Nya kepada kita untuk memahami dengan benar sifat-sifat keagungan-Nya, yang dengan itu kita akan mencapai keimanan dan ketakwaan yang sempurna kepada-Nya. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين Kota Kendari, 24 Dzulqa'dah 1431 H Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA [1] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 70. [2] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari (no. 3022 dan 7115) dan Muslim (no. 2751). [3] Kitab Majmu'ul Fatawa: 17/211–212. [4] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari, no. 4726, 4727, dan 6267; dan Muslim, no. 811. [5] Sebagaimana dalam hadits shahih riwayat Muslim, no. 810, dari Ubai bin Ka'b radhiallahu 'anhu . [6] Kitab Syarhul Aqidatil Wasithiyyah: 1/164–165. [7] Kitab Tuhfatudz Dzakirin, hlm. 79. [8] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 72. [9] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 73. [10] Dinukil oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf: 7/234, no. 35612. Jabir bin Zaid adalah imam besar dari kalangan tabi'in yang terkenal dengan kunyah beliau "Abu Asy-Sya'tsaa' dan terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lihat kitab Taqribut Tahdzib, hlm. 136. [11] Ibid. Beliau adalah imam besar yang terkenal dari kalangan tabi'in, sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lihat kitab Taqribut Tahdzib , hlm. 287. [12] Dalam kitab beliau At-Tauhid: 2/21. Beliau adalah Muhammad bin Yahya bin Mandah Al-Ashbahani, imam besar dan penghapal hadits yang ternama. Biografi beliau dalam Siyaru A'lamin Nubala': 14/188. [13] Ibid. [14] Ash-Shahihah: 2/371. [15] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 72–73. [16] Dinukil oleh Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak: 1/684. Biografi Al-Qasim bin 'Abdur Rahman dalam kitab Tahdzibul Kamal: 23/383. [17] Dalam kitab beliau Zadul Ma'ad: 4/185. [18] Dalam kitab beliau Syarhul 'Aqidatil Wasithiyyah: 1/166. [19] Kitab Zadul Ma'ad: 4/185. [20] Dalam kitab beliau Syarhul 'Aqidatil Wasithiyyah: 1/166. [21] Kitab Fathul Malikil 'Allam, hlm. 26–27. [22] Kitab Tafsiru Asma`illahil Husna, hlm. 16–17. [23] [34] Lihat catatan kaki kitab Tafsiru Asma`illahil Husna, hlm. 17. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kajian Umum Gemolong (19 Desember 2010): Syarah Hadits Arba’in An-Nawawi Posted: 17 Dec 2010 02:59 AM PST Hadirilah!
Materi: Syarah Hadits Arba'in An-Nawawi Pembicara: Ustadz Mahful Safrudin, Lc. (Pengajar Ma'had Al-Irsyad, Tengaran, Salatiga) Waktu penyelenggaraan -insya Allah-:
Gratis…! Untuk Umum Putra & Putri Kajian ini insya Allah akan diselenggarakan rutin setiap bulan.
Contact Person : 0857-2966-2716 Penyelenggara: Forum Kajian Masyarakat (FKM) Gemolong Didukung oleh Radio Suara Qur'an 94.4 FM
Download rekaman kajiannya insya Allah di http://salafiyunpad.wordpress.com | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Allah yang Paling Agung (1) Posted: 16 Dec 2010 08:00 PM PST Memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah ilmu yang paling agung dan mulia dalam Islam,[1] sekaligus ilmu yang paling besar manfaatnya untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, "Ilmu tentang Allah adalah landasan semua ilmu, sekaligus merupakan landasan pemahaman seorang hamba terhadap kebahagiaan, kesempurnaan, dan kebaikan (dirinya) di dunia dan akhirat. Ketidakpahaman terhadap ilmu ini akan mengakibatkan ketidakpahaman terhadap kebaikan, kesempurnaan, kesucian, dan kebahagiaan diri sendiri. Maka, memahami ilmu ini adalah (kunci utama) kebahagiaan seorang hamba, dan ketidakpahaman tentangnya merupakan sumber (utama) kebinasaannya." [2] Inilah makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah (tidak mengenal-Nya), maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Hasyr: 19) Oleh karena itu, mempelajari ilmu ini termasuk amal shaleh yang paling besar keutamaannya dalam Islam, sebagaimana beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata-mata adalah amal shaleh yang paling besar keutamaannya.[3] Bahkan, ilmu inilah yang disebut "al-fiqhul akbar" (fikih/ pemahaman agama yang paling agung), serta yang pertama kali dan paling utama termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya, "Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Allah akan memahamkannya (ilmu) tentang agama."[4],[5] Termasuk masalah penting yang dibahas oleh para ulama dalam ilmu yang agung ini adalah mengetahui nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling agung,[6] yang jika seorang hamba berdoa dengan nama tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengabulkan doanya, dan jika dia memohon kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memenuhi permohonannya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih yang akan kami sebutkan, insya Allah. Syekh 'Abdur Rahman As-Sa'di berkata, "Sebagian orang menyangka bahwa nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling agung dari nama-nama-Nya yang maha indah tidak mungkin diketahui kecuali oleh orang-orang yang dikhusukan Allah dengan karamah yang di luar kewajaran. Ini adalah persangkaan yang keliru karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala justru menganjurkan kepada kita untuk mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Bahkan) Allah memuji orang yang mengenal dan berusaha memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta berdoa kepada-Nya dengan nama-nama-Nya, (baik) dengan doa ibadah ataupun doa permohonan. Tidak diragukan lagi, bahwa (mengenal) nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling agung dari nama-nama-Nya yang maha indah adalah yang paling utama dalam masalah ini. Sesungguhnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Al-Jawwaad (Mahasempurna kedermawanan dan kebaikan-Nya), yang kedermawanan dan kebaikan-Nya tidak ada batasnya, dan Dia senang melimpahkan kebaikan kepada hamba-hamba-Nya. Juga termasuk kebaikan paling agung yang dilimpahkan-Nya kepada mereka adalah (dengan) Dia mengenalkan diri-Nya kepada mereka dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi (dalam ayat-ayat al-Qur-an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)."[7] Dalil-dalil tentang nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling agung Dalil pertama, dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seorang yang berdoa (dalam shalat), اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ – وفي رواية: وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ – الْمَنَّانُ، يَا بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ، يَا ذَا الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ ، يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ – وفي رواية: إِنِّي أَسْأَلُكَ… "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa sesungguhnya segala pujian adalah milik-Mu, tiada sembahan yang benar kecuali Engkau –dalam riwayat lain: satu-satunya dan tiada sekutu bagi-Mu–, Yang Maha Pemberi karunia, wahai Pencipta langit dan bumi, wahai Yang Maha Memiliki keagungan dan kemuliaan, wahai Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri –dalam riwayat lain: sesungguhnya aku meminta kepada-Mu.…" Maka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, "Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh dia telah berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung, yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya), dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya)."[8] Dalil kedua, dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiallahu 'anhu, beliau berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seorang lelaki berkata (dalam doanya), اللَّهمَّ إِني أسألُكَ بأني أَشْهَدُ أنَّكَ أنْتَ اللهُ ، لا إلهَ إلا أنتَ، الأحَدُ الصَّمَدُ ، الَّذِي لمَ ْيَلِدْ ولم يُولَدْ ، ولم يكن له كُفُوا أحَدٌ "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu dengan persaksianku bahwa sungguh Engkau Allah yang tiada sembahan yang benar kecuali Engkau, Yang Maha Esa lagi Maha Sempurna, yang segala sesuatu bergantung kepada-Mu, yang tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan-Nya." Maka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, "Sungguh dia telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung, yang jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya), dan jika dia berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya)."[9] Dalil ketiga, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, "Sesungguhnya, nama Allah yang paling agung (terdapat) dalam tiga surat dari Al-Quran: surah Al-Baqarah, Ali 'Imran, dan Thaha."[10][10] -bersambung insya Allah- Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A [1] Lihat kitab Miftahu Daris Sa'adah, 1/86. [2] Kitab Miftahu Daris Sa'adah, 1/86. [3] Lihat kitab Miftahu Daris Sa'adah, 1/178. [4] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari, no. 71; dan Muslim, no. 1037. [5] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 7. [6] Ibid, hlm. 71. [7] [7] Kitab Tafsiru Asma`illahil Husna, hlm. 16. [8] [8] HR. Ahmad: 3/245 dan 3/265, Abu Daud (no. 1493 dan 1494), At-Tirmidzi (no. 3475), Ibnu Majah (no. 3857), dan Ibnu Hibban (no. 893), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Syekh Al-Albani. [9] [9] HR. Ahmad: 5/360, Abu Daud (no. 1495), An-Nasa`i (no. 1300), At-Tirmidzi (no. 3544), Ibnu Majah (no. 3858), Ibnu Hibban (no. 892), dan Al-Hakim (no. 1858 dan 1859); dinyatakan hasan oleh At-Tirmidzi, serta dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Syekh Al-Albani. [10] [10] HR Ibnu Majah (no. 3856) dan al-Hakim (no. 1861); dinyatakan hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 746). | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Posted: 14 Dec 2010 05:00 PM PST Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Adab islami sebelum tidur yang seharusnya tidak ditinggalkan oleh seorang muslim adalah sebagai berikut. Pertama: Tidurlah dalam keadaan berwudhu. Hal ini berdasarkan hadits Al Baro' bin 'Azib, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ "Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu" (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710) Kedua: Tidur berbaring pada sisi kanan. Hal ini berdasarkan hadits di atas. Adapun manfaatnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim, "Tidur berbaring pada sisi kanan dianjurkan dalam Islam agar seseorang tidak kesusahan untuk bangun shalat malam. Tidur pada sisi kanan lebih bermanfaat pada jantung. Sedangkan tidur pada sisi kiri berguna bagi badan (namun membuat seseorang semakin malas)" (Zaadul Ma'ad, 1/321-322). Ketiga: Meniup kedua telapak tangan sambil membaca surat Al Ikhlash (qul huwallahu ahad), surat Al Falaq (qul a'udzu bi robbil falaq), dan surat An Naas (qul a'udzu bi robbinnaas), masing-masing sekali. Setelah itu mengusap kedua tangan tersebut ke wajah dan bagian tubuh yang dapat dijangkau. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh istrinya 'Aisyah. Dari 'Aisyah, beliau radhiyallahu 'anha berkata, كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan 'Qul huwallahu ahad' (surat Al Ikhlash), 'Qul a'udzu birobbil falaq' (surat Al Falaq) dan 'Qul a'udzu birobbin naas' (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali." (HR. Bukhari no. 5017). Membaca Al Qur'an sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini lebih menenangkan hati dan pikiran daripada sekedar mendengarkan alunan musik. Keempat: Membaca ayat kursi sebelum tidur. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ ، فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَكَ وَهْوَ كَذُوبٌ ، ذَاكَ شَيْطَانٌ » Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan kemudian ada orang yang datang mencuri makanan namun aku merebutnya kembali, lalu aku katakan, “Aku pasti akan mengadukan kamu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam“. Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan suatu hadits berkenaan masalah ini. Selanjutnya orang yang datang kepadanya tadi berkata, “Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta’ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi“. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Benar apa yang dikatakannya padahal dia itu pendusta. Dia itu syetan“. (HR. Bukhari no. 3275) Kelima: Membaca do'a sebelum tidur "Bismika allahumma amuutu wa ahyaa". Dari Hudzaifah, ia berkata, كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ » "Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak tidur, beliau mengucapkan: ‘Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali)." (HR. Bukhari no. 6324) Masih ada beberapa dzikir sebelum tidur lainnya yang tidak kami sebutkan dalam tulisan kali ini. Silakan menelaahnya di buku Hisnul Muslim, Syaikh Sa'id bin Wahf Al Qohthoni. Keenam: Sebisa mungkin membiasakan tidur di awal malam (tidak sering begadang) jika tidak ada kepentingan yang bermanfaat. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya." (HR. Bukhari no. 568) Ibnu Baththol menjelaskan, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, "Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!" (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah) Semoga kajian kita kali ini bisa kita amalkan. Hanya Allah yang beri taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Panggang-Gunung Kidul, 10 Rajab 1431 H (23/06/2010) Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(Update 12-Des) Laporan Pemasukan Donasi Tanggap Merapi Posted: 13 Dec 2010 05:08 PM PST
Bantuan dapat disalurkan ke: Rekening BNI UGM Yogyakarta Nomor rekening 0125792540 a.n. Devi Novianti Rekening Bank Syari'ah Mandiri Cabang 094 Kaliurang Yogyakarta Nomor rekening 0947008920 a.n. Ginanjar Indrajati Bintoro Rekening Bank Mandiri Cabang Yogyakarta Gedung Magister 13705 Nomor rekening 137-00-065.4879-2 a.n. Bintoro Rekening BCA Nomor rekening 0130537146 a.n. Hanif Nur Fauzi Bagi anda yang telah berpartisipasi, harap mengkonfirmasikan diri kepada kami melalui sms dengan format sebagai berikut: Nama/Alamat/TanggalKirim/JumlahUang/RekeningTujuan/Merapi Ke nomor : 0852 5205 2345 (Wiwit Hardi P.) atau 0856 4305 2159 (Nizamul Adli) Atas partisipasi dan perhatian anda kami ucapkan jazaakumullahu khairaan. Bantuan dapat disalurkan ke: Rekening BNI UGM Yogyakarta Nomor rekening 0125792540 a.n. Devi Novianti Rekening Bank Syari'ah Mandiri Cabang 094 Kaliurang Yogyakarta Nomor rekening 0947008920 a.n. Ginanjar Indrajati Bintoro Rekening Bank Mandiri Cabang Yogyakarta Gedung Magister 13705 Nomor rekening 137-00-065.4879-2 a.n. Bintoro Rekening BCA Nomor rekening 0130537146 a.n. Hanif Nur Fauzi Bagi anda yang telah berpartisipasi, harap mengkonfirmasikan diri kepada kami melalui sms dengan format sebagai berikut: Nama/Alamat/TanggalKirim/JumlahUang/RekeningTujuan/Merapi Ke nomor : 0852 5205 2345 (Wiwit Hardi P.) atau 0856 4305 2159 (Nizamul Adli) Atas partisipasi dan perhatian anda kami ucapkan jazaakumullahu khairaan. |
You are subscribed to email updates from Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar