Jumat, 30 Juli 2010

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Yang Dibolehkan Ketika Puasa (2)

Posted: 30 Jul 2010 03:00 AM PDT

5. Bekam dan donor darah jika tidak membuat lemas.

Dalil-dalil berikut menunjukkan dibolehkannya bekam bagi orang yang berpuasa.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ .

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa. (HR. Bukhari no. 1938)

يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu ditanya, "Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?" Beliau berkata, "Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah." (HR. Bukhari no. 1940)

Menurut jumhur (mayoritas ulama) yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi'i, berbekam tidaklah membatalkan puasa. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Umar, Ibnu 'Abbas, Anas bin Malik, Abu Sa'id Al Khudri dan sebagian ulama salaf.

Imam Asy Syafi'i dalam Al Umm mengatakan, "Jika seseorang meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka kehati-hatian, maka itu lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam, aku tidak menganggap puasanya batal."[1]

Di antara alasan bahwa bekam tidaklah membatalkan puasa:

Alasan pertama: Boleh jadi hadits yang menjelaskan batalnya orang yang melakukan bekam dan di bekam adalah hadits yang telah di mansukh (dihapus) dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al Khudri berikut:

رَخَّصَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَالْحِجَامَةِ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya dan berbekam."[2]

Ibnu Hazm mengatakan, "Hadits yang menyatakan bahwa batalnya puasa orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam adalah hadits yang shohih –tanpa ada keraguan sama sekali-. Akan tetapi, kami menemukan sebuah hadits dari Abu Sa'id: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk berbekam". Sanad hadits ini shohih. Maka wajib bagi kita untuk menerimanya. Yang namanya rukhsoh (keringanan) pasti ada setelah adanya 'azimah (pelarangan) sebelumnya. Hadits ini menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa dengan berbekam (baik orang yang melakukan bekam atau orang yang dibekam) adalah hadits yang telah dinaskh (dihapus)."[3]

Setelah membawakan pernyataan Ibnu Hazm di atas, Syaikh Al Albani mengatakan, "Hadits semacam ini dari berbagai jalur adalah hadits yang shohih –tanpa ada keraguan sedikitpun-. Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa karena bekam adalah hadits yang telah dihapus (dinaskh). Oleh karena itu, wajib bagi kita mengambil pendapat ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Hazm rahimahullah di atas."[4]

Alasan kedua: Pelarangan berbekam ketika puasa yang dimaksudkan dalam hadits adalah bukan pengharaman. Maka hadits: "Orang yang melakukan bekam dan yang dibekam batal puasanya" adalah kalimat majas. Jadi maksud hadits tersebut adalah bahwa orang yang membekam dan dibekam bisa terjerumus dalam perkara yang bisa membatalkan puasa. Yang menguatkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh 'Abdur Rahman bin Abi Layla dari salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحِجَامَةِ وَالْمُوَاصَلَةِ وَلَمْ يُحَرِّمْهُمَا إِبْقَاءً عَلَى أَصْحَابِهِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang berbekam dan puasa wishol -namun tidak sampai mengharamkan-, ini masih berlaku bagi sahabatnya."[5]

Jika kita melihat dalam hadits Anas yang telah disebutkan, terlihat jelas bahwa bekam itu terlarang ketika akan membuat lemah. Anas ditanya,

أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

"Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?" Anas menjawab, "Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah."

Dengan dua alasan di atas, maka pendapat mayoritas ulama kami nilai lebih kuat yaitu bekam tidaklah membatalkan puasa. Akan tetapi, bekam dimakruhkan bagi orang yang bisa jadi lemas. Termasuk dalam pembahasan bekam ini adalah hukum donor darah karena keduanya sama-sama mengeluarkan darah sehingga hukumnya pun disamakan.[6]

6. Mencicipi makanan selama tidak masuk dalam kerongkongan

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia mengatakan,

لاَ بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الخَلَّ أَوْ الشَّيْءَ مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ

"Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan."[7]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Mencicipi makanan dimakruhkan jika tidak ada hajat, namun tidak membatalkan puasa. Sedangkan jika ada hajat, maka dibolehkan sebagaimana berkumur-kumur ketika berpuasa."[8]

Yang termasuk dalam mencicipi adalah adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti membantu mengunyah makanan untuk si kecil.

'Abdur Rozaq dalam mushonnaf-nya membawakan Bab 'Seorang wanita mengunyah makanan untuk anaknya sedangkan dia dalam keadaan berpuasa dan dia mencicipi sesuatu darinya'. 'Abdur Rozaq membawakan beberapa riwayat di antaranya dari Yunus, dari Al Hasan Al Bashri, ia berkata,

رَأَيْتُهُ يَمْضَغُ لِلصَّبِي طَعَامًا وَهُوَ صَائِمٌ يَمْضَغُهُ ثُمَّ يُخْرِجُهُ مِنْ فِيْهِ يَضَعَهُ فِي فَمِ الصَّبِي

"Aku melihat Yunus mengunyah makanan untuk anak kecil -sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa-. Beliau mengunyah kemudian beliau mengeluarkan hasil kunyahannya tersebut dari mulutnya, lalu diberikan pada mulut anak kecil tersebut."[9]

7. Bercelak dan tetes mata

Bercelak dan tetes mata tidaklah membatalkan puasa[10]. Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Pendapat yang lebih kuat adalah hal-hal ini tidaklah membatalkan puasa. Karena puasa adalah bagian dari agama yang perlu sekali kita mengetahui dalil khusus dan dalil umum. Seandainya perkara ini adalah perkara yang Allah haramkan ketika berpuasa dan dapat membatalkan puasa, tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan menjelaskan kepada kita. Seandainya hal ini disebutkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, tentu para sahabat akan menyampaikannya pada kita sebagaimana syariat lainnya sampai pada kita. Karena tidak ada satu orang ulama pun menukil hal ini dari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam baik hadits shohih, dho'if, musnad (bersambung sampai Nabi) ataupun mursal (sanad di atas tabi'in terputus), dapat disimpulkan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan perkara ini (sebagai pembatal). Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa bercelak membatalkan puasa adalah hadits yang dho'if (lemah). Hadits tersebut dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya, namun selain beliau tidak ada yang mengeluarkannya. Hadits tersebut juga tidak terdapat dalam musnad Ahmad dan kitab referensi lainnya."[11]

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

لَا بَأْس بِالْكُحْلِ لِلصَّائِمِ

"Tidak mengapa bercelak untuk orang yang berpuasa."[12]

8. Mandi dan menyiramkan air di kepala untuk membuat segar

Bukhari membawakan Bab dalam kitab shohihnya 'Mandi untuk orang yang berpuasa.' Ibnu Hajar berkata, "Maksudnya adalah dibolehkannya mandi untuk orang yang berpuasa.

Az Zain ibnul Munayyir berkata bahwa mandi di sini bersifat mutlak mencakup mandi yang dianjurkan, diwajibkan dan mandi yang sifatnya mubah. Seakan-akan beliau mengisyaratkan tentang lemahnya pendapat yang diriwayatkan dari 'Ali mengenai larangan orang yang berpuasa untuk memasuki kamar mandi. Riwayat ini dikeluarkan oleh 'Abdur Rozaq, namun dengan sanad dho'if. Hanafiyah bersandar dengan hadits ini sehingga mereka melarang (memakruhkan) mandi untuk orang yang berpuasa."[13]

Hal ini juga dikuatkan oleh sebuah riwayat dari Abu Bakr bin 'Abdirrahman, beliau berkata,

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ.

"Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Al 'Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. "[14]

Penulis Aunul Ma'bud mengatakan, "Hadits ini merupakan dalil bolehnya orang yang berpuasa untuk menyegarkan badan dari cuaca yang cukup terik dengan mengguyur air pada sebagian atau seluruh badannya. Inilah pendapat mayoritas ulama dan mereka tidak membedakan antara mandi wajib, sunnah atau mubah." [15]

9. Menelan dahak.

Menurut madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, menelan dahak[16] tidak membatalkan puasa karena ia dianggap sama seperti air ludah dan bukan sesuatu yang asalnya dari luar.[17]

10. Menelan sesuatu yang sulit dihindari.

Seperti masih ada sisa makanan yang ikut pada air ludah dan itu jumlahnya sedikit serta sulit dihindari dan juga seperti darah pada gigi yang ikut bersama air ludah dan jumlahnya sedikit, maka seperti ini tidak mengapa jika tertelan. Namun jika darah atau makanan lebih banyak dari air ludah yang tertelan, lalu tertelah, puasanya jadi batal.[18]

11. Makan, minum, jima' (berhubungan badan) dalam keadaan lupa.

12. Muntah yang tidak sengaja.

Demikian sajian tentang hal-hal yang bukan merupakan pembatal puasa, namun masih dibolehkan ketika berpuasa. Semoga bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] Al Umm, 2/106.

[2] HR. Ad Daruquthni 2/183 dan Ibnu Khuzaimah 7/247. Ad Daruqutni mengatakan bahwa semua periwayat dalam hadits ini tsiqoh/terpercaya kecuali Mu'tamar yang meriwayatkan secara mauquf -yaitu hanya sampai pada sahabat-. Syaikh Al Albani dalam Irwa' (4/74) mengatakan bahwa semua periwayat hadits ini tsiqoh/terpercaya, akan tetapi dipersilihkan apakah riwayatnya marfu' -sampai pada Nabi- atau mawquf -sampai sahabat-.

[3] Dinukil dari Al Irwa', 4/74.

[4] Al Irwa', 4/75.

[5] HR. Abu Daud no 2374. Hadits ini tidaklah cacat, walaupun nama sahabat tidak disebutkan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih.

[6] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/113-114.

[7] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 2/304. Syaikh Al Albani dalam Irwa' no. 937 mengatakan bahwa riwayat ini hasan.

[8] Majmu' Al Fatawa, 25/266-267.

[9] HR. 'Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya (4/207).

[10] Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 56 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/115.

[11] Majmu' Al Fatawa, 25/234.

[12] Dikeluarkan oleh 'Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih. Lihat Fathul Bari, 4/154.

[13] Fathul Bari, 4/153

[14] HR. Abu Daud no. 2365.

[15] 'Aunul Ma'bud, 6/352.

[16] Dahak adalah sesuatu yang keluar dari hidung atau lendir yang naik dari dada.

[17] Lihat Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah, 2/9962 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/117.

[18] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/118.

Yang Dibolehkan Ketika Puasa (1)

Posted: 30 Jul 2010 02:00 AM PDT

Bagi hamba yang masih memiliki tabi'at baik pasti mengetahui bahwa Allah selalu menginginkan kemudahan dan bukan menginginkan kesulitan bagi hamba-Nya. Dalam perihal puasa, Allah Ta'ala juga menginginkan demikian dan ingin menghilangkan kesulitan dari hamba-Nya. Berikut ini adalah beberapa hal yang dibolehkan oleh syari'at ini dan tidak membatalkan puasa :

1. Mendapati waktu fajar dalam keadaan junub.

Dari 'Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu 'anhuma, mereka berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa."[1]

Istri tercinta Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,

قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa."[2]

2. Bersiwak ketika berpuasa.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

"Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu."[3]

Imam Al Bukhari membawakan hadits di atas (tanpa sanad) dalam judul Bab "Siwak basah dan kering bagi orang yang berpuasa". Judul bab ini mengisyaratkan bahwa Imam Al Bukhari ingin menyanggah sebagian ulama (seperti ulama Malikiyah dan Asy Sya'bi) yang memakruhkan untuk bersiwak ketika berpuasa dengan siwak basah.[4]

Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Adapun siwak (ketika berpuasa) maka itu dibolehkan tanpa ada perselisihan di antara para ulama. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat tentang makruhnya hal itu jika dilakukan setelah waktu zawal (matahari tergelincir ke barat). Ada dua pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad dalam masalah ini. Namun yang tepat, tidak ada dalil syari'i yang mengkhususkan bahwa hal tersebut dimakruhkan. Padahal terdapat dalil-dalil umum yang membolehkan untuk bersiwak."[5]

Penulis Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, "Hadits-hadits yang semakna dengan di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak adalah hadits mutlak yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan setiap saat. Inilah pendapat yang lebih tepat."[6]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, "Yang benar adalah siwak  dianjurkan bagi orang yang berpuasa mulai dari awal hingga akhir siang."[7]

Dalil yang menunjukkan mengenai keutamaan siwak adalah hadits 'Aisyah. Dari 'Aisyah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

"Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhoi oleh Allah."[8]

Adapun menggunakan pasta gigi ketika puasa lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa karena pasta gigi memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya. Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.[9]

3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمً

"Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa."[10]

Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Adapun berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi orang yang berpuasa berdasarkan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. … Akan tetapi, dilarang untuk berlebih-lebihan ketika itu."[11]

Juga tidak mengapa jika orang yang berpuasa berkumur-kumur meski tidak karena wudhu dan mandi.[12]

Jika masih ada sesuatu yang basah –yang tersisa sesudah berkumur-kumur- di dalam mulut lalu tertelan tanpa sengaja, seperti itu tidak membatalkan puasa karena sulit dihindari. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, "Jika dikhawatirkan sehabis bersiwak terdapat sesuatu yang basah di dalam mulut (seperti sesudah berkumur-kumur dan masih tersisa sesuatu yang basah di dalam mulut), maka itu tidak membatalkan puasa walaupun sesuatu yang basah tadi ikut tertelan."[13]

4. Bercumbu dan mencium istri selama aman dari keluarnya mani.

Orang yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari terjerumus pada hal yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani.[14] An Nawawi rahimahullah mengatakan, "Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani".[15]

Dalil-dalil berikut menunjukkan bolehnya bercumbu dengan istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu 'anhum.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِهِ .

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya."[16]

Dari Jabir bin 'Abdillah, dari 'Umar Bin Al Khaththab, beliau berkata,

هَشَشْتُ يَوْما فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْراً عَظِيماً قَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ ». قُلْتُ لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَفِيمَ »

"Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku berkata, “Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?” Aku menjawab, “Seperti itu tidak mengapa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lalu apa masalahnya?[17]

Masyruq pernah bertanya pada 'Aisyah,

مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنْ اِمْرَأَته صَائِمًا ؟ قَالَتْ كُلُّ شَيْء إِلَّا الْجِمَاعَ

"Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika puasa? 'Aisyah menjawab, 'Segala sesuatu selain jima' (bersetubuh)'."[18]

– Bersambung insya Allah -

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] HR. Bukhari no. 1926.

[2] HR. Muslim no. 1109.

[3] Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya secara mu'allaq (tanpa sanad). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Khuzaimah 1/73 dengan sanad lebih lengkap. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih..

[4] Fathul Bari, 4/158.

[5] Majmu' Al Fatawa, 25/266.

[6] Tuhfatul Ahwadzi, 3/345.

[7] Majmu' Fatwa wa Rosa'il Ibnu 'Utsaimin, 17/259.

[8] HR. An Nasai no. 5 dan Ahmad 6/47. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[9] Majmu' Fatawa wa Rosail Ibnu 'Utsaimin, 17/261-262.

[10] HR. Abu Daud no. 142, Tirmidzi no. 788, An Nasa'i no. 87, Ibnu Majah no. 407, dari Laqith bin Shobroh. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih.

[11] Majmu' Al Fatawa, 25/266.

[12] Shahih Fiqh Sunnah, 2/112.

[13] Fathul Bari, 4/159.

[14] Lihat Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah, 2/13123 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/110-111.

[15] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/215.

[16] HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106.

[17] HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim.

[18] Riwayat ini disebutkan dalam Fathul Bari (4/149), dikeluarkan oleh 'Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih.

Soal-147: Hukum Membuat Ormas

Posted: 29 Jul 2010 11:50 PM PDT

Bolehkah membentuk ormas atau yayasan?

Jawabannya Klik Player:

Download

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Laporan Donasi YPIA Semarak Ramadhan 1431 H (29 Juli 2010)

Posted: 29 Jul 2010 06:25 AM PDT

Assalaamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

Berikut ini adalah donasi sejak tanggal 1 Juli 2010 s.d. 29 Juli 2010 dalam Rangka Ramadhan, termasuk donasi umum & rutin bulanan.

No Tanggal Donatur Nominal Melalui Tujuan Donasi
1 1-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 Mandiri 500 buletin 500 Web
2 2-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp300,000 Mandiri YPIA
3 6-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp200,000 Mandiri Radio Muslim
4 8-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 Mandiri semarak romadhon
5 12-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah semarak romadhon
6 13-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah (belum jelas alokasinya)
7 13-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp20,000 BNI Syariah (belum jelas alokasinya)
8 14-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp100,000 Mandiri buletin
9 14-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp100,000 BCA semarak romadhon
10 14-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah PPMMP
11 14-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp15,000 BCA Buku Romadhon
12 14-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp400,000 BNI Syariah PPMMP
13 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp100,000 Mandiri Buku Romadhon
14 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp2,000,000 Mandiri Buku Romadhon
15 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 BNI Syariah semarak romadhon
16 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 BCA Buku Romadhon
17 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp200,000 Mandiri Buku Romadhon
18 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp100,000 Mandiri Buku Romadhon
19 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp5,000,000 BCA Buku Romadhon
20 15-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp150,000 Mandiri Kajian Ust Badrussalam
21 16-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp300,000 Mandiri Buku Romadhon
22 16-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp250,000 BNI Syariah Buku Romadhon
23 16-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah (belum jelas alokasinya)
24 16-Jul-2010 Hamba Allah Jakarta Rp1,550,000 BNI Syariah Buku Romadhon
25 16-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp50,000 Mandiri Buku Romadhon
26 16-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 BCA Buku Romadhon
27 17-Jul-2010 Hamba Allah di Malaysia Rp400,000 BCA 200rb buku, 200rb iftor
28 17-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp200,000 BCA semarak romadhon
29 17-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp100,000 BCA semarak romadhon
30 17-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp200,000 Mandiri semarak romadhon
31 18-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp100,000 BNI Syariah buku romadhon
32 19-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp70,000 BCA Buku Romadhon
33 19-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 Mandiri Buku Romadhon
34 20-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp250,000 BCA Buku Romadhon
35 20-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 Mandiri semarak romadhon
36 22-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp300,000 BCA Semarak Ramadhan
37 24-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp5,000,000 Mandiri Semarak Ramadhan
38 24-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 Mandiri Semarak Ramadhan
39 26-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah Buku Romadhon
40 26-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp250,000 Mandiri Buku Romadhon
41 26-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp300,000 BNI Syariah Buku Romadhon
42 26-Jul-2010 Hamba ALLAH Yogya Rp500,000 Langsung Buku Romadhon
43 26-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp1,000,000 BNI Syariah Semarak Ramadhan
44 27-Jul-2010 Hamba ALLAH di Amerika Rp5,277,132 Money Gram Semarak Ramadhan
45 27-Jul-2010 Hamba ALLAH di Australia Rp2,626,000 BCA Semarak Ramadhan
46 28-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BCA Radio Muslim
47 28-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp2,000,000 Mandiri Buku Romadhon
48 28-Jul-2010 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah Buku Romadhon
49 29-Jul-10 Hamba ALLAH Rp500,000 BNI Syariah Semarak Ramadhan

NB: tanggal di dalam laporan di atas tidak semua tepat tanggalnya, ada yang sesuai tanggal konfirmasi dan tanggal transfer. Harap maklum

Jumlah total sementara: Rp 41,408,132 dengan rincian:
1. Melalui Rekening Mandiri: Rp 15,950,000
2. Melalui Rekening BCA: Rp 11,561,000
3. Melalui Rekening BNI Syariah: Rp 8,120,000
4. Donasi Langsung: Rp 500.000
5. Melalui Money Gram CIMB NIAGA: Rp5,277,132

Dengan rincian tujuan/alokasi donasi sebagai berikut:
1. Semarak Ramadhan: Rp 37,238,132
terdiri atas:
a, Penerbitan dan Distribusi buku Panduan Ramadhan: Rp 17,235,000
b. Kegiatan Semarak Ramadhan yg lain: Rp 20,003,132
2. YPIA, selain Semarak Ramadhan: Rp 4,170,000

Terima kasih kepada para donatur yang telah menyumbangkan sebagian hartanya untuk mendukung kelancaran kegiatan2 ini. Semoga menjadi amal shalih yang diterima ALLAH. InsyaaALLAH akan disalurkan sesuai amanahnya. Jazakumullah khairan

Mohon maaf, sementara kami tampilkan dengan nama “Hamba ALLAH” sampai kami bisa memastikan donatur2 mana yang namanya boleh ditampilkan ke umum. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam pencatatan maupun sikap kami yang kurang berkenan di hati.

Masih terbuka kepada kaum muslimin untuk membantu kegiatan dakwah di bulan Ramadhan maupun kegiatan dakwah rutin.
Proposal semarak ramadhan 1431 H: http://www.archive.org/download/ramadhan1431/ProposalSemarakRamadhan1431H.pdf

Bagi para donatur yang ingin berpartisipasi bisa menyalurkan dananya ke:

a) Rekening Bank Mandiri cabang UGM (Yogyakarta)
Atas Nama : Satria Buana – muslim.or.id
No. Rekening : 137 00 0503568 4

b) Rekening Bank BNI Syari'ah
Atas Nama : Syarif Mustaqim QQ LBIA
No. Rekening : 0105338917

c) Rekening Bank BCA
Atas Nama : Satria Buana – muslim.or.id
No. Rekening : 2951825893

d) Western Union (pos) dan Money Gram
Atas Nama : Retno Syaputra
Alamat : Wisma Misfallah Tholabul Ilmi, Pogung Kidul No. 8C RT. 01 RW. 49 Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55284

Setiap donatur harap mengkonfirmasikan donasinya ke nomor : Abu Hasan Putra (0856 644 00 941) atau via Yahoo Messenger (YM): mhasan_fadhilah.

informasi:
www.ypia.or.id
www.muslim.or.id
www.muslimah.or.id

Wassalaamu ‘alaikum warahmatullohi wabaro kaatuh

Yogyakarta, 29 Juli 2010. 14.30 WIB

Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari
Bendahara Umum

Syarif Mustaqim

Soal-146: Pengumpulan Al-qur’an=Bid’ah Hasanah?

Posted: 29 Jul 2010 01:52 AM PDT

Orang yang membela bid’ah mengatakan “para sahabat mengumpulkan al-qur’an menjadi satu mushaf, maka ini adalah bid’ah hasanah”. Bagaimana menyanggahnya?

Jawabannya Klik Player:

Download

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Soal-145: Maulid Boleh Karena Ijtihad Ulama?

Posted: 28 Jul 2010 07:00 PM PDT

Orang-orang yang membela acara maulid mengatakan “Acara maulid merupakan ijtihad dari ulama-ulama terdahulu, dan orang-orang yang menyelisihinya berarti tidak membolehkan adanya ijtihad”, bagaimana membantahnya?

Jawabannya Klik Player:

Download

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Pahala Melimpah di Balik Memberi Makan Berbuka

Posted: 28 Jul 2010 07:00 PM PDT

Bulan Ramadhan benar-benar kesempatan terbaik untuk beramal. Bulan Ramadhan adalah kesempatan menuai pahala melimpah. Banyak amalan yang bisa dilakukan ketika itu agar menuai ganjaran yang luar biasa. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, secuil kurma atau snack yang menggiurkan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya kesempatan tersebut tidak terlewatkan.

Inilah janji pahala yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebutkan,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

"Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga."[1]

Al Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa memberi makan buka puasa di sini boleh jadi dengan makan malam, atau dengan kurma. Jika tidak bisa dengan itu, maka bisa pula dengan seteguk air.[2]

Ath Thobari rahimahullah menerangkan, "Barangsiapa yang menolong seorang mukmin dalam beramal kebaikan, maka orang yang menolong tersebut akan mendapatkan pahala semisal pelaku kebaikan tadi. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam memberi kabar bahwa orang yang mempersiapkan segala perlengkapan perang bagi orang yang ingin berperang, maka ia akan mendapatkan pahala berperang. Begitu pula orang yang memberi makan buka puasa atau memberi kekuatan melalui konsumsi makanan bagi orang yang berpuasa, maka ia pun akan mendapatkan pahala berpuasa."[3]

Sungguh luar biasa pahala yang diiming-imingi.

Di antara keutamaan lainnya bagi orang yang memberi makan berbuka adalah do'a dari orang yang menyantap makanan berbuka. Jika orang yang menyantap makanan mendoakan si pemberi makanan, maka sungguh itu adalah do'a yang terkabulkan. Karena memang do'a orang yang berbuka puasa adalah do'a yang mustajab. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

"Ada tiga orang yang do'anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do'a orang yang terdzolimi."[4] Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do'a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.[5]

Apalagi jika orang yang menyantap makanan tadi mendo'akan sebagaimana do'a yang Nabi shallallahu 'alaihi wa salam praktekkan, maka sungguh rizki yang kita keluarkan akan semakin barokah. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,

اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى

"Allahumma ath'im man ath'amanii wa asqi man asqoonii" [Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku][6]

Tak lupa pula, ketika kita hendak memberi makan berbuka untuk memilih orang yang terbaik atau orang yang sholih. Carilah orang-orang yang sholih yang bisa mendo'akan kita ketika mereka berbuka. Karena ingatlah harta terbaik adalah di sisi orang yang sholih. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada 'Amru bin Al 'Ash,

يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta di tangan hamba yang Shalih.”[7]

Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.[8] Dari 'Ali, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »

Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur.”[9]

Seorang yang semangat dalam kebaikan pun berujar, "Seandainya saya memiliki kelebihan rizki, di samping puasa, saya pun akan memberi makan berbuka. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut. Sungguh pahala melimpah seperti ini tidak akan saya sia-siakan. Mudah-mudahan Allah pun memudahkan hal ini."

Lalu bagaimanakah dengan Saudara?

Disusun di hari penuh berkah, Panggang-GK, 4 Sya'ban 1431 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[2] Faidul Qodhir, 6/243.

[3] Syarh Ibnu Baththol, 9/65.

[4] HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[5] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.

[6] HR. Muslim no. 2055.

[7] HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim.

[8] Lihat Lathoif Al Ma'arif, 298.

[9] HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar