Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah |
- Kajian Umum Purworejo (27 Juni 2010): “KEUTAMAAN DAKWAH PARA NABI DAN ROSUL”
- Kajian Umum Brebes (13 Juni 2010): ISLAM BUKAN AGAMA TERORIS
- Hadits, Atsar Dhaif Serta Palsu Seputar Tawassul dan Tabarruk (6)
- Soal-96: Hukum Menjadi Pegawai Negri
- Soal-95: Allah Tidak Perlu Dibela?
Kajian Umum Purworejo (27 Juni 2010): “KEUTAMAAN DAKWAH PARA NABI DAN ROSUL” Posted: 08 Jun 2010 04:26 PM PDT Hadirilah PENGAJIAN AKBAR 1431 H bersama Majelis Taklim Al-Atsari Purworejo Jawa Tengah: bersama Al Ustadz Zaid Susanto,Lc Alumni Universitas Islam MAdinah Saudi Arabia Insya Alloh Pada HAri Ahad, 27 Juni 2010 jam 08.00 sampai dzuhur |
Kajian Umum Brebes (13 Juni 2010): ISLAM BUKAN AGAMA TERORIS Posted: 08 Jun 2010 04:19 PM PDT Hadirilah DAUROH SEHARI tema: ISLAM BUKAN AGAMA TERORIS Bersama Ustadz Abu Mush'ab dan Ustadz Arifin Ridin, Lc (Yogyakarta)
CP: Amin Taufik 0819 021 4547 // 0856 428 816 84 Penyelenggara: Majelis Ta'lim an Najiyah Brebes |
Hadits, Atsar Dhaif Serta Palsu Seputar Tawassul dan Tabarruk (6) Posted: 08 Jun 2010 10:00 AM PDT Ibnul Munkadir rahimahullah adalah seorang tabi’in yang mulia. Ia dikenal sebagai ulama, Al Hafidz, ahli ibadah, ahli zuhud, dan orang yang besar baktinya kepada orang tua. Beliau berguru pada banyak sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan meriwayatkan banyak hadits. Semoga Allah merahmati beliau. Ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa Ibnul Munkadir biasa meminta pertolongan kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika ditimpa sesuatu yang membahayakan. Kisah ini dijadikan alasan oleh sebagian untuk melegalkan ritual tabarruk, tawassul dan meminta pertolongan kepada makam-makam orang shalih. Berikut kisahnya, قَالَ مُصْعَبُ بنُ عَبْدِ اللهِ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيْلُ بنُ يَعْقُوْبَ التَّيْمِيُّ، قَالَ:كَانَ ابْنُ المُنْكَدِرِ يَجْلِسُ مَعَ أَصْحَابِه، فَكَانَ يُصِيْبُه صُمَاتٌ، فَكَانَ يَقُوْمُ كَمَا هُوَ حَتَّى يَضَعَ خَدَّهُ عَلَى قَبْرِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ثُمَّ يَرْجِعُ. فَعُوتِبَ فِي ذَلِكَ، فَقَالَ: إِنَّهُ يُصِيْبُنِي خَطَرٌ، فَإِذَا وَجَدْتُ ذَلِكَ، اسْتَعَنْتُ بِقَبْرِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- Mu’shab bin Abdillah berkata: Isma’il bin Ya’qub At Taimi menceritakan kepadaku, ia berkata, Kisah ini dibawakan oleh: Pertama: Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala (9/437) Kedua: Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islami (2/456) terbitan web alwarraq.com, dengan sanad yang sama, namun terdapat sedikit perbedaan redaksi: فاذا وجدت ذلك استغثت بقبر النبي صلى الله عليه وسلم "Ketika aku menemui bahaya aku biasa ber-istighatsah kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam" Ketiga: As Samhudi, dalam Wafa-u Al Wafa Bi Akhbari Daari Al Musthafa (4/218), dengan sanad yang sama, namun terdapat sedikit perbedaan redaksi: فاذا وجدت ذلك استشفيت بقبر النبي صلى الله عليه وسلم "Ketika aku menemui bahaya yang demikian aku biasa ber-istisyfa (meminta kesembuhan) kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam" Status Perawi Pertama: Mu’shab bin Abdillah Nama lengkapnya Abu Abdillah Mu’shab bin Abdillah bin Mu’shab bin Tsabit Al Zubairi Al Madini. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: "Tsiqah" (Tahdzib At Tahdzib, 10/147). Adz Dzahabi berkata: "Ash Shaduuq" (Siyar A’laamin Nubala, 21/32). Al Baihaqi men-tsiqah-kannya (Siyar A’laamin Nubala, 21/32). Abu Hatim dan Ibnu Ma’in menulis hadits darinya (Al Jarh Wat Ta’dil, 8/309). Kedua: Isma’il bin Ya’qub At Taimi Abu Hatim Ar Razi berkata: "Dha’ful Hadits" (Al Jarh Wat Ta’dil, 2/204). Ibnu Hajar berkata: "Lahu hikaayatun munkarah" (Lisaanul Mizan, 1/185). Adz Dzahabi berkata: "Fiihi Layyin" (2/456). Semua ini adalah lafadz-lafadz pelemahan. Memang Ibnu Hajar berkata: "Ibnu Hibban men-tsiqah-kannya" (Lisaanul Mizan, 1/185). Namun Ibnu Hibban di kalangan peneliti hadits telah dikenal akan sikapnya yang terlalu bermudah-mudah menetapkan status tsiqah (baca: mutasaahil). Para peneliti hadits seperti Adz Dzahabi, Ibnu Qattan, Abu Hatim dan yang lainnya menerapkan kaidah: ‘Jika hanya Ibnu Hibban seorang diri yang memberi status tsiqah pada seorang rawi, maka disimpulkan status rawi tersebut adalah majhul ain‘. Lihat penjelasan lengkap tentang masalah ini pada Buhuts Fil Musthalah (1/288) karya Dr. Mahir Yasin Al Fahl. Kualitas Riwayat Dari keterangan di atas, maka jelaslah bahwa riwayat tersebut dha’if karena dhaif-nya Isma’il bin Ya’qub At Taimi. Hal ini diperkuat dari keterangan dari Adz Dzahabi, karena setelah membawakan riwayat tersebut dalam Tarikh Al Islami (2/456) beliau berkata, "Isma’il: fiihi layyin" (Isma’il bin Ya’qub terdapat kelemahan). Andaikan kisah ini shahih pun -dan nyatanya tidak- perbuatan Ibnul Munkadir, seorang tabi’in, bukanlah dalil, bukan alasan yang dapat melegalisasikan isti’anah (meminta pertolongan) kepada kuburan. Semoga Allah memberi taufik. Penulis: Yulian Purnama Artikel www.muslim.or.id |
Soal-96: Hukum Menjadi Pegawai Negri Posted: 08 Jun 2010 01:00 AM PDT Apa hukum menjadi pegawai negri? Dijawab Oleh Ust Aris Munandar. SS Jawabannya Klik Player: This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now |
Soal-95: Allah Tidak Perlu Dibela? Posted: 07 Jun 2010 07:00 PM PDT Ada orang yang mengatakan “jika ada orang mencela Allah, tidak usah marah-marah dan membela Allah, karena Allah itu maha perkasa, kalau Allah mau, Allah bisa langsung menghukumnya”, bagaimana dengan perkataan ini? Dijawab Oleh Ust Aris Munandar. SS Jawabannya Klik Player: This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now |
You are subscribed to email updates from Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar