Minggu, 29 November 2009

Fwd: [Abu Hanifah Alim Al-Bantuliy] Tanya Jawab Bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiy...

---------- Forwarded message ----------
From: Abu Hanifah Alim Al-Bantuliy <abuhanifahalim@gmail.com>
Date: Sun, 29 Nov 2009 05:30:28 -0800 (PST)
Subject: [Abu Hanifah Alim Al-Bantuliy] Tanya Jawab Bersama Syaikhul
Islam Ibnu Taimiy...
To: abuhanifahalim@gmail.com

Syaikhul Islam Abul 'Abbas Ahmad ibnu Taimiyyah rohimahulloh pernah
ditanya mengenai dua orang yang berselisih tentang masalah
akidah/keyakinan. Seorang di antaranya berkata, "Orang yang tidak
meyakini Alloh Subhanahu wa Ta'ala di atas langit adalah orang sesat."
Sedangkan yang satunya berkata, "Sesungguhnya Alloh itu tidak dibatasi
oleh suatu tempat." Padahal mereka berdua adalah sama-sama pengikut
mazhab Syafi'i. Maka, jelaskanlah kepada kami tentang akidah Imam
Syafi'i rodhiallohu 'anhu yang kami ikuti dan bagaimanakah akidah yang
benar?
Jawaban Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
Segala puji bagi Alloh, keyakinan Asy Syafi'i rohimahulloh dan
keyakinan para pendahulu Islam seperti Malik, Ats Tsauri, Al Auza'i,
Ibnu Mubarak, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan juga menjadi
keyakinan para guru yang ditiru seperti Fudhail bin 'Iyadh, Abu
Sulaiman Ad Darani, Sahl bin Abdullah At Tusturi dan selain mereka
adalah sama. Sesungguhnya di antara ulama tersebut dan yang seperti
mereka tidak terdapat perselisihan dalam pokok-pokok agama.
Begitu pula Abu Hanifah rohmatullohi 'alaihi, sesungguhnya keyakinan
beliau dalam masalah tauhid, takdir dan perkara lainnya adalah sesuai
dengan keyakinan para ulama di atas. Sedangkan keyakinan yang dipegang
oleh para ulama itu adalah keyakinan para sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, itulah keyakinan yang dikatakan oleh Al
Kitab dan As Sunnah. Asy Syafi'i mengatakan di bagian awal Muqoddimah
Kitab Ar Risalah:
الحمد لله الَّذِي هُوَ كَمَا وصف بِهِ نفسه، وفوق مَا يصفه بِهِ خلقه.
"Segala puji bagi Alloh yang (terpuji) sebagaimana sifat yang Dia
tetapkan untuk diri-Nya sendiri. Sifat-sifat yang tidak bisa
digambarkan oleh makhluknya."
Dengan demikian beliau rohimahulloh menerangkan bahwa Alloh itu
memiliki sifat sebagaimana yang Dia tegaskan di dalam Kitab-Nya dan
melalui lisan rosul-Nya shollallohu 'alaihi wa sallam.
Begitu pula yang dikatakan oleh Ahmad bin Hambal. Beliau mengatakan:
Alloh tidak diberi sifat kecuali dengan yang Dia tetapkan sendiri, atau
sifat yang diberikan oleh Rosul-Nya shollallohu 'alaihi wa sallam tanpa
disertai tahrif (penyelewengan makna), tanpa takyif
(memvisualisasikan), tanpa tamsil (menyerupakan dengan makhluk), tetapi
mereka menetapkan nama-nama terbaik dan sifat-sifat luhur yang Dia
tetapkan bagi diri-Nya. Mereka yakini bahwasanya:
لَيْسَ كمثله شيء وَهُوَ السميع البصير
"Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai dengan-Nya, Dia Maha Mendengar
lagi Maha Melihat" baik dalam sifat-sifatNya, Zat-Nya maupun dalam
perbuatan-perbuatanNya. Kemudian beliau berkata: Dialah yang telah
menciptakan langit dan bumi, dan segala yang ada di antara keduanya
dalam waktu enam masa kemudian Dia bersemayam di atas Arsy; Dialah yang
telah benar-benar berbicara dengan Musa; Dialah yang telah menampakkan
diri kepada gunung dan gunung itu pun menjadi hancur terbelah
karenanya, tidak ada satu makhluk pun yang memiliki sifat sama persis
dengan-Nya, ilmu-Nya tidak sama dengan ilmu siapa pun, kemampuan-Nya
tidak sama dengan kemampuan siapa pun, dan kasih sayang-Nya juga tidak
sama dengan kasih sayang siapa pun, bersemayam-Nya juga tidak sama
dengan bersemayamnya siapa pun, pendengaran dan penglihatan-Nya juga
tidak sama dengan pendengaran dan penglihatan siapa pun. Ucapan-Nya
tidak sama dengan ucapan siapa pun, penampakan diri-Nya tidak
sebagaimana penampakan siapa pun.
Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah menginformasikan kepada kita di surga
itu ada daging, susu, madu, air, sutera dan emas. Dan Ibnu Abbas telah
berkata,
لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مما فِي الآخرة إِلاَّ الأسماء.
"Tidak ada suatu pun di dunia ini yang ada di akhirat nanti kecuali
hanya sama namanya saja."
Apabila makhluk-makhluk yang gaib ini ternyata tidak sama dengan
makhluk-makhluk yang tampak ini -padahal namanya sama- maka Sang
Pencipta tentu sangat jauh berbeda dibandingkan dengan makhluk-Nya,
inilah perbedaan Pencipta dengan makhluk yang diciptakan, meskipun
namanya sama.
Alloh telah menamai diri-Nya Hayyan 'Aliiman (Maha Hidup, Maha
Mengetahui), Samii'an Bashiiran (Maha Mendengar, Maha Melihat), dan
nama-Nya yang lain adalah Ra'uuf Rahiim (Maha Lembut, Maha Penyayang);
Alloh itu hidup tidak seperti hidup yang dialami oleh makhluk,
pengetahuan Alloh tidak seperti pengetahuan makhluk, pendengaran Alloh
tidak seperti yang dialami pendengaran makhluk, penglihatan Alloh tidak
seperti penglihatan makhluk, kelembutan Alloh tidak seperti kelembutan
makhluk, kasih sayang Alloh tidak seperti kasih sayang makhluk.
Nabi bersabda dalam konteks hadits budak perempuan yang cukup
populer: "Di mana Alloh?" Budak tersebut menjawab, "(Alloh) di atas
langit." Akan tetapi bukan berarti maknanya Alloh berada di dalam
langit, sehingga langit itu membatasi dan meliputi-Nya. Keyakinan
seperti ini tidak ada seorang pun ulama salaf dan ulama yang
mengatakannya; akan tetapi mereka semuanya bersepakat Alloh berada di
atas seluruh langit ciptaan-Nya. Dia bersemayam (tinggi) di atas 'Arsy,
terpisah dari makhluk-Nya; tidak terdapat sedikit pun unsur Dzat-Nya di
dalam makhluk-Nya, begitu pula, tidak terdapat sedikit pun unsur
makhluk-Nya di dalam Dzat-Nya.
Malik bin Anas pernah berkata:
إن الله فَوْقَ السماء، وعلمه فِي كلّ مكان
"Sesungguhnya Alloh berada di atas langit dan ilmu-Nya berada
(meliputi) setiap tempat."
Maka barang siapa yang meyakini Alloh berada di dalam langit dalam
artian terbatasi dan terliputi oleh langit dan meyakini Alloh
membutuhkan 'Arsy atau butuh terhadap makhluk lainnya, atau meyakini
bersemayamnya Alloh di atas 'Arsy-Nya sama seperti bersemayamnya
makhluk di atas kursinya; maka orang seperti ini adalah sesat, pembuat
bid'ah dan jahil (bodoh). Barang siapa yang meyakini kalau di
atas 'Arsy itu tidak ada Tuhan yang disembah, di atas 'Arsy itu tidak
ada Tuhan yang orang-orang sholat dan bersujud kepada-Nya, atau
meyakini Muhammad tidak pernah diangkat menghadap Tuhannya, atau
meyakini kalau Al Quran tidak diturunkan dari sisi-Nya, maka orang
seperti ini adalah Mu'aththil Fir'auni (penolak sifat Alloh dan
pengikut Fir'aun), sesat dan pembuat bid'ah.
Ibnu Taimiyah berkata setelah penjelasan yang panjang, Orang yang
mengatakan, "Barang siapa tidak meyakini Alloh di atas langit adalah
sesat", jika yang dimaksudkan adalah "barang siapa yang tidak meyakini
Alloh itu di dalam lingkup langit sehingga Alloh terbatasi dan diliputi
langit" maka perkataannya itu keliru. Sedangkan jika yang dimaksudkan
dengan ucapan itu adalah "barang siapa yang tidak meyakini apa yang
tercantum di dalam Kitab dan Sunnah serta telah disepakati oleh
generasi awal umat ini dan para ulamanya -yaitu Alloh berada di atas
langit bersemayam di atas 'arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya- maka
dia benar. Siapa saja yang tidak meyakininya berarti mendustakan Rosul
shollallohu 'alaihi wa sallam dan mengikuti selain orang-orang yang
beriman. Bahkan sesungguhnya dia telah menolak dan meniadakan Tuhannya;
sehingga pada hakikatnya tidak memiliki Tuhan yang disembah, tidak ada
Tuhan yang dimintainya, tidak ada Tuhan yang ditujunya."
Padahal Alloh menciptakan manusia -baik orang Arab maupun non-Arab-
yang apabila berdoa maka akan mengarahkan hatinya ke arah atas, bukan
ke arah bawah. Oleh karena itu ada orang bijak mengatakan: Tidak pernah
ada seorang pun yang menyeru: "Ya Alloh!!" kecuali didapatkan di dalam
hatinya -sebelum lisan tergerak- dorongan ke arah atas dan hatinya
tidak terdorong ke arah kanan maupun kiri.
Ahlu ta'thil dan ta'wil (penolak dan penyeleweng sifat Alloh) memiliki
syubhat dalam hal ini. Mereka benturkan Kitabullah dan Sunnah
Rosulullah shollallohu 'alaihi wa sallam dengan syubhat ini, mereka
tentang kesepakatan salaful ummah dan para ulama. Mereka tentang fitrah
yang telah Alloh anugerahkan kepada hamba-hambaNya, mereka tentang
sesuatu yang telah terbukti dengan akal sehat. Dalil-dalil ini semua
bersepakat bahwa Alloh itu berada di atas makhluk-Nya, tinggi di
atasnya. Keyakinan semacam ini Alloh anugerahkan sebagai fitrah yang
dimiliki oleh orang-orang tua bahkan anak-anak kecil dan juga diyakini
oleh orang badui; sebagaimana Alloh menganugerahkan fitrah berupa
pengakuan terhadap adanya (Alloh) Pencipta Yang Maha tinggi. Rosulullah
shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih:
كلّ مولود يولد عَلَى الفطرة؛ فأبواه يهودانه، أَوْ ينصّرانه، أَوْ يمجسانه، كَمَا
تنتج البهيمة بهيمة جمعاء هَلْ تحسّون فِيهَا من جدعاء؟
"Semua bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah; Kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana seekor
binatang melahirkan anak dengan utuh tanpa ada anggota tubuh yang
hilang, apakah menurutmu ada yang hilang telinganya (tanpa sebab sejak
dari lahirnya)?"
Kemudian Abu Hurairah rodhiallohu 'anhu berkata: Jika kalian mau
bacalah,
فطرة الله الَّتِي فطر النَّاس عَلَيْهَا، لاَ تبديل لخلق الله
"Itulah fitrah Alloh yang manusia diciptakan berada di atasnya, tidak
ada penggantian dalam fitrah Alloh."
Inilah maksud dari perkataan Umar bin Abdul 'Aziz: "Ikutilah agama
orang-orang badui dan anak-anak kecil yang masih asli, yakinilah fitrah
yang telah Alloh berikan kepada mereka, karena Alloh menetapkan bahwa
fitrah hamba fitrah dan untuk memperkuat fitrah bukan untuk
menyimpangkan dan juga bukan untuk mengubahnya."
Sedangkan musuh-musuh para rosul seperti kaum Jahmiyah Fir'auniyah dan
lain-lain itu bermaksud mengganti dan mengubah fitrah yang Alloh
berikan, mereka lontarkan berbagai syubhat/kerancuan dengan
kalimat-kalimat yang tidak jelas sehingga banyak orang itu tidak
mengerti maksudnya; dan tidak bisa membantah mereka.
Sumber kesesatan mereka adalah penggunaan istilah-istilah yang bersifat
global dan tidak bersumber dari Al Quran dan Sunnah Rosul-Nya
shollallohu 'alaihi wa sallam, juga tidak pernah pula dikatakan oleh
salah seorang ulama kaum muslimin, seperti istilah tahayyuz, jisim
(jasad/raga), jihhah (arah) dan lain sebagainya.
Barang siapa yang mengetahui bantahan syubhat mereka hendaklah dia
menjelaskannya, namun barang siapa yang tidak mengetahuinya hendaknya
tidak berbicara dengan mereka dan janganlah menerima kecuali yang
berasal dari Al Kitab dan As Sunnah, sebagaimana yang difirmankan Alloh,
وَإِذَا رأيت الَّذِينَ يخوضون فِي آياتنا فأعرض عنهم حتّى يخوضوا فِي حديثٍ غيره
"Dan apabila kamu melihat orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Kami
maka berpalinglah dari mereka hingga mereka mengganti pembicaraan."
Barang siapa berbicara tentang Alloh, Nama dan Sifat-Nya dengan
pendapat yang bertentangan dengan Al Kitab dan As Sunnah maka dia
termasuk orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Alloh secara batil.
Kebanyakan dari mereka itu menisbatkan kepada para ulama kaum muslimin
pendapat-pendapat yang tidak pernah mereka katakaberbagai hal yang
tidak pernah mereka katakan, kemudian mereka katakan kepada para
pengikut imam-imam itu: inilah keyakinan Imam Fulan; oleh karena itu
apabila mereka dituntut untuk membuktikannya dengan penukilan yang sah
dari para imam niscaya akan terbongkar kedustaannya.
Asy Syafi'i mengatakan, "Hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada Ahli
ilmu kalam (baca: ahli filsafat) menurutku adalah dipukuli dengan
pelepah kurma dan sandal lalu diarak mengelilingi kabilah-kabilah dan
kaum-kaum sambil diumumkan: 'Inilah balasan/hukuman yang dijatuhkan
kepada orang yang meninggalkan Al Kitab dan As Sunnah dan malah
menekuni ilmu kalam.'"
Abu Yusuf Al Qadhi berkata, "Barang siapa menuntut ilmu agama dengan
belajar ilmu kalam dia akan menjadi zindiq (baca: sesat)."
Ahmad mengatakan "Tidak akan beruntung orang yang menggeluti ilmu
kalam."
Sebagian ulama mengatakan: Kaum mu'aththilah/penolak sifat Alloh itu
pada hakikatnya adalah penyembah sesuatu yang tidak ada, sedangkan kaum
mumatstsilah/penyerupa sifat Alloh dengan sifat makhluk itu adalah
penyembah arca. Mu'aththil itu buta, dan mumatstsil itu rabun; padahal
agama Alloh itu berada antara sikap melampaui batas/ghuluw dan sikap
meremehkan.
Alloh ta'ala berfirman,
وكذلك جعلناكم أمّة وسطاً
"Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat yang pertengahan."
Posisi Ahlusunnah di dalam Islam seperti posisi Islam di antara
agama-agama.
Walhamdulillahi Rabbil 'aalamiin.
(Majmu' Fatawa V/256-261)
***
Dialihbahasakan oleh: Abu Muslih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Artikel diambil dari Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah
- http://muslim.or.id
Silakan kunjungi alamat lengkap artikel ini:
http://muslim.or.id/aqidah/tanya-jawab-bersama-syaikhul-islam-ibnu-taimiyah-dimana-allah.html

--
Posting oleh Abu Hanifah Alim Al-Bantuliy ke Abu Hanifah Alim
Al-Bantuliy pada 11/29/2009 08:30:00 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar