Rabu, 15 Juni 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Rukun-Rukun Shalat

Posted: 15 Jun 2011 05:00 PM PDT

Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun tidak teranggap secara syar'i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.

Meninggalkan rukun shalat ada dua bentuk.

Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama.

Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,

1.        Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.

2.       Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa raka'at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.

3.       Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya harus diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.

Rukun pertama: Berdiri bagi yang mampu

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

"Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping."[1]

Rukun kedua: Takbiratul ihram

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

"Pembuka shalat adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam. "[2]

Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah ucapan takbir "Allahu Akbar". Ucapan takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapakan selainnya walaupun semakna.

Rukun ketiga: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka'at

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

"Tidak ada shalat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah."[3]

Rukun keempat dan kelima: Ruku' dan thuma'ninah

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya (sampai ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali karena tidak memenuhi rukun),

ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا

"Kemudian ruku'lah dan thuma'ninahlah ketika ruku'."[4]

Keadaan minimal dalam ruku' adalah membungkukkan badan dan tangan berada di lutut.

Sedangkan yang dimaksudkan thuma'ninah adalah keadaan tenang di mana  setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk mengulangi shalatnya, beliau bersabda,

لاَ تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ  … ثُمَّ يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِىَ

"Shalat tidaklah sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian bertakbir, lalu melakukan ruku' dengan meletakkan telapak tangan di lutut sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma'ninah dan tenang."[5]

Ada pula ulama yang mengatakan bahwa thuma'ninah adalah sekadar membaca dzikir yang wajib dalam ruku'.

Rukun keenam dan ketujuh: I'tidal setelah ruku' dan thuma'ninah

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,

ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا

"Kemudian tegakkanlah badan (i'tidal) dan thuma'ninalah."[6]

Rukun kedelapan dan kesembilan: Sujud dan thuma'ninah

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,

ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا

"Kemudian sujudlah dan thuma'ninalah ketika sujud."[7]

Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: [1,2] Telapak tangan kanan dan kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ

"Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: [1] Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3] telapak tangan kanan dan kiri, [4,5] lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki kanan dan kiri. "

Rukun kesepuluh dan kesebelas: Duduk di antara dua sujud dan thuma'ninah

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا

"Kemudian sujudlah dan thuma'ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma'ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma'ninalah ketika sujud."[8]

Rukun keduabelas dan ketigabelas: Tasyahud akhir dan duduk tasyahud

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ …

"Jika salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah "at tahiyatu lillah …"."[9]

Bacaan tasyahud:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

"At tahiyaatu lillah wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahish sholihiin. Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan 'abduhu wa rosuluh." (Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya) [10]

Apakah bacaan tasyahud "assalamu 'alaika ayyuhan nabi" perlu diganti dengan bacaan "assalaamu 'alan nabi"?

Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya,

"Dalam tasyahud apakah seseorang membaca bacaan "assalamu 'alaika ayyuhan nabi" atau  bacaan "assalamu 'alan nabi"? 'Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, mereka mengucapkan "assalamu 'alaika ayyuhan nabi". Namun setelah beliau wafat, para sahabat pun mengucapkan "assalamu 'alan nabi".

Jawab:

Yang lebih tepat, seseorang ketika tasyahud dalam shalat mengucapkan "assalamu 'alaika ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh". Alasannya, inilah yang lebih benar yang berasal dari berbagai hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas'ud mengenai bacaan tasyahud yang mesti diganti setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wafat –jika memang itu benar  riwayat yang shahih-, maka itu hanyalah hasil ijtihad Ibnu Mas'ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang ada. Seandainya ada perbedaan hukum bacaan antara sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan setelah beliau wafat, maka pasti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para sahabat.

(Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh 'Abdur Rozaq 'Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh 'Abdullah bin Qu'ud dan 'Abdullah  bin Ghodyan sebagai anggota)[11]

Rukun keempatbelas: Shalawat kepada Nabi setelah mengucapkan tasyahud akhir[12]

Dalilnya adalah hadits Fudholah bin 'Ubaid Al Anshoriy. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berdo'a dalam shalatnya tanpa menyanjung Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau mengatakan, "Begitu cepatnya ini." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akan orang tadi, lalu berkata padanya dan lainnya,

إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء

"Jika salah seorang di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berdo'a setelah itu semau kalian."[13]

Bacaan shalawat yang paling bagus adalah sebagai berikut.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

"Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad kamaa shollaita 'ala Ibroohim wa 'ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad kamaa barrokta 'ala Ibrohim wa 'ala aali Ibrohimm innaka hamidun majiid."[14]

Rukun kelimabelas: Salam

Dalilnya hadits yang telah disebutkan di muka,

مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

"Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam. "[15]

Yang termasuk dalam rukun di sini adalah salam yang pertama. Inilah pendapat ulama Syafi'iyah, Malikiyah dan mayoritas 'ulama.

Model salam ada empat:

1.        Salam ke kanan "Assalamu 'alaikum wa rohmatullah", salam ke kiri "Assalamu 'alaikum wa rahmatullah".

2.       Salam ke kanan "Assalamu 'alaikum wa rohmatullah wa barokatuh", salam ke kiri "Assalamu 'alaikum wa rahmatullah".

3.       Salam ke kanan "Assalamu 'alaikum wa rohmatullah", salam ke kiri "Assalamu 'alaikum".

4.      Salam sekali ke kanan "Assalamu'laikum".[16]

Rukun keenambelas: Urut dalam rukun-rukun yang ada

Alasannya karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan

Alasannya karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan kata "tsumma" dalam setiap rukun. Dan "tsumma" bermakna urutan.[17]

Semoga bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] HR. Bukhari no. 1117, dari 'Imron bin Hushain.

[2] HR. Abu Daud no. 618, Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa' no. 301.

[3] HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394, dari 'Ubadah bin Ash Shomit

[4] HR. Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397.

[5] HR. Ad Darimi no. 1329. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

[6] Sudah disebutkan takhrijnya.

[7] Idem

[8] Idem

[9] HR. Bukhari no. 831 dan Muslim no. 402, dari Ibnu Mas'ud.

[10] HR. Bukhari no. 6265 dan Muslim no. 402.

[11] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta' no. 8571, juz 7, hal. 11, Mawqi' Al Ifta'.

[12] Point ini adalah tambahan dari Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil 'Aziz, 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al Kholafiy, hal. 89, Dar Ibni Rojab, cetakan ketiga, tahun  1421 H.

[13] Riwayat ini disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Fadh-lu Shalat 'alan Nabi, hal. 86, Al Maktabah Al Islamiy, Beirut, cetakan ketiga 1977.

[14] HR. Bukhari no. 4797 dan Muslim no. 406, dari Ka'ab bin 'Ujroh.

[15] HR. Abu Daud no. 618, Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa' no. 301.

[16] Lihat Sifat Shalat Nabi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 188, Maktabah Al Ma'arif.

[17] Pembahasan rukun shalat ini banyak disarikan dari penjelasan Syaikh Abu Malik dalam kitab Shahih Fiqh Sunnah terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.

Penerimaan Santri Baru Ma’had Syababul Masjid 2011/2012 (Yogyakarta)

Posted: 15 Jun 2011 01:39 AM PDT

Kondisi umat akhir zaman yang memprihatinkan

Kemerosotan akhlak generasi muda yang merambah kemana-mana

Menuntut sosok para pemuda yang menggantungkan hatinya di masjid dan bercita-cita unutk mengubah dunia

Sebuah langkah nyata untuk membangun masyarakat bertauhid

DARI MASJID KITA BANGKIT!!
————————————————

· Pendaftaran:

o Gel. 1: 26 Juni s.d. 24 Juli 2011

o Gel. 2: 3 s.d. 15 Agustus 2011*

· Ujian Masuk:

o Gel. 1: 3 Agustus 2011

o Gel. 2: 16 Agustus 2011*

* Gelombang ke-2 ditiadakan jika kuota maksimal telah terpenuhi

· Pengumuman dan Briefing: 18 Agustus 2011

· Tempat Pendaftaran: Kantor YPIA, Wisma MTI, Selokan Mataram, Pogung Kidul, Sleman

o Via SMS: MSM[spasi]NAMA[spasi]Alamat[spasi]Angkatan

Kirim ke 08995 0808 59

o Via Email: kirim biodata ke alamat manajemenmasjid@gmail.com

· INFO: 08995 0808 59 atau lihat diwww.manajemenmasjid.wordpress.com

· Persyaratan:

o Laki-laki

o Muslim

o Bisa membaca Al-Qur'an

o Memahami nahwu dan shorof dasar (setara dengan kitab mukhtarot)

o Usia max 25 tahun

o Bersedia menjalani pendidikan selama 1 tahun

o Foto Copy Identitas

o Mengikuti Dauroh Matrikulasi (Shorof Dasar-Baca Kitab dan Tahsin) pada 3 s.d. 17 Agustus 2011 – ( WAJIB BAGI CALON SANTRI)

· Pelajaran:

o Aqidah

o Ushul Fiqh dan Fiqh Ibadah

o Fiqh Seputar Masjid dan Penyelenggaraan Jenazah

o Tahsin dan Tahfidz

o Baca Kitab

o Manajemen Masjid

· Tempat Belajar: Masjid – masjid di sekitar kampus UGM

· Biaya Pendidikan:

o Biaya Pendaftaran : 40.000*

o Biaya Kitab : 150.000 (bias dicicil)**

o Biaya SPP : 25.000/30.000 (ada 2 pilihan)

*Dibayar saat mendaftar dan sudah termasuk buku panduan dauroh matrikulasi
** Dibayar pada saat briefing bagi santri yang sudah diterima
***Terdapat beasiswa selama 1 semester bagi santri BAdar SP dan Ma’had Umar bin Khattab yang berprestasi

Program Bahasa Arab Dasar Semester Pendek 2011 (Yogyakarta, 3-23 Juli 2011)

Posted: 15 Jun 2011 01:13 AM PDT

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah, insya Allah dalam waktu dekat ini, kami akan menyelenggarakan kegiatan program Bahasa Arab Dasar Semester Pendek, terbuka untuk segenap kaum muslimin, putra maupun putri. Informasi lengkapnya adalah sebagai berikut.

Nama Kegiatan:

  • BADAR (Bahasa Arab Dasar) Liburan Semester Pendek 2011

Waktu belajar:

  • 3 – 23 Juli 2011

Tempat:

  • Masjid dan wisma di sekitar Kampus UGM Yogyakarta

Pilihan Kelas :

  • Putra : Dasar, Menengah, Lanjutan
  • Putri : Dasar, Menengah

Tempat pendaftaran :

  • Putra : wisma Misfallah Tholabul Ilmi/MTI (Pogung Kidul 8C, Utara Masjid Siswa Grha) dan Toko Ihya' (Karang Bendo, Utara Fak. Kehutanan UGM)
  • Putri : Wisma Hilyah (pogungrejo SIA XVI, no. 391, sinduadi, Mlati, Sleman) dan Toko Qonita (jalan Pandega Marta no. 83 A)

Atau SMS dengan format :

  • "BADAR_Nama_Universitas/Pekerjaan_Jurusan_angkatan_alamat_kelas yang dipilih"
  • kirim ke 087838746839 (putra) 085743558784 (putri)
  • pembayaran dapat dilakukan ketika briefing

Waktu pendaftaran

  • 14 Juni 2011 – 2 Juli 2011

Tempat belajar :

  • Masjid-masjid dan Wisma-wisma sekitar UGM

Waktu belajar : 3 – 23 Juli 2011

Frekuensi belajar :

  • Dua sesi per hari. Satu sesi ±1,5 jam.

Briefing :

  • Ahad, 4 Juli 2011 pukul 08.00. Di Masjid Pogung Raya (MPR).

Tes penempatan (khusus pendaftar kelas menengah) :

  • Sabtu, 3 Juli 2011 pukul 08.00 di Masjid Al Ashri

Biaya Pendaftaran :

  • Rp. 60.000,- (belum termasuk biaya kitab)

Contact Person :

  • 0857.4393.7317 (putra)
  • 085743558784 (putri)

Penyelenggara :

Ma'had 'Umar bin Khattab dan Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari.
Sekretariat : Wisma Darut Tauhid, Pogung Kidul 8c, SIA XVI, Mlati, Sleman.
Telp :0274-6644862 YM : mahad_umar

Kisah Dzatu Anwath

Posted: 14 Jun 2011 05:00 PM PDT

Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu'anhu, dia menceritakan: Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Hunain. Sedangkan pada saat itu kami masih baru saja keluar dari kekafiran (baru masuk Islam, pent). Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka beri'tikaf di sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath. Tatkala kami melewati pohon itu kami berkata, "Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Allahu akbar! Inilah kebiasaan itu! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telag mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra'il kepada Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh." (QS. al-A'raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian." (HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya, disahihkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij as-Sunnah karya Ibnu Abi 'Ashim, lihat al-Qaul al-Mufid [1/126])

Hadits ini menunjukkan bahwa orang-orang musyrik di kala itu memiliki keyakinan yang keliru terhadap Dzatu Anwath, yang hal itu mencakup tiga perkara: [1] Mereka mengagung-agungkan pohon tersebut, [2] Mereka melakukan i'tikaf (berdiam dalam rangka ibadah) di sisinya, [3] Mereka menggantungkan senjata-senjata mereka dalam rangka mengharapkan keberkahan pohon tersebut mengalir kepada senjata-senjata mereka sehingga diharapkan senjata itu menjadi lebih tajam dan mendatangkan kebaikan yang lebih bagi orang yang membawa senjata tersebut (lihat at-Tam-hid, hal. 132).

Hadits ini menunjukkan bahwa mencari berkah kepada pohon adalah terlarang -bahkan termasuk syirik-, dan hal itu merupakan salah satu kebiasaan buruk umat-umat terdahulu yang sesat (lihat al-Qaul al-Mufid [1/126 dan 128]). Larangan ini berlaku juga untuk hal yang lain seperti mencari berkah kepada batu, kubur, atau yang lainnya. Termasuk yang terlarang adalah mencari berkah dengan keringat orang soleh, bersentuhan dengan tubuh mereka, atau menyentuh pakaian mereka dan yang semacamnya (lihat al-Jadid, hal. 103). Dari sini kita mengetahui bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang di sisi kubur para wali atau orang soleh berupa mencari berkah dengan menyentuhkan pakaian atau bagian tubuh padanya merupakan perbuatan syirik kepada Allah ta'ala.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa jahiliyah itu tidak khusus berlaku bagi orang-orang yang hidup di masa sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi siapa pun yang tidak mengetahui kebenaran dan melakukan perbuatan-perbuatan orang jahil maka dia tergolong ahlul jahiliyah (lihat al-Qaul al-Mufid [1/130]). Hadits ini juga menunjukkan terlarangnya meniru-niru kebiasaan jahiliyah (lihat al-Jadid, hal. 102). Hadits ini juga menunjukkan bahwa orang yang berpindah dari suatu kebatilan yang sudah terbiasa melekat dalam hatinya maka terkadang masih ada saja sisa-sisa kebatilan itu pada dirinya. Terkadang butuh waktu yang tidak sebentar untuk menghilangkan sisa keburukan itu (lihat al-Qaul al-Mufid [1/132])

Hadits ini juga menunjukkan disunnahkannya mengucapkan takbir [Allahu akbar] ketika mengingkari atau heran terhadap sesuatu, demikian juga halnya ucapan tasbih [Subhanallah]. Hadits ini juga menunjukkan bahwa yang menjadi pegangan -dalam menyikapi- adalah hakikat sesuatu bukan nama atau istilahnya. Kalau itu kebatilan maka tetap batil meskipun nama dan istilahnya berganti (lihat Syarh Kitab Tauhid Syaikh Bin Baz, hal. 66-67)

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar